Auksin
Istilah auksin (dari bahasa yunani auxein,“meingkatkan”) pertama kali
digunakan oleh Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di Negeri Belanda
pada tahun 1926, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan
mungkin meyebabkan pembekokan koleoptil oat
ke arah cahaya. Fenomena pembengkokan ini, yang disebut fototropisme.
Senyawa yang ditemukan Went didapati cukup banyk diujung kolieptil, Gambar 1,
menunjukkan upaya Went untuk menjelaskan hal tersebut. Hal penting yang ingin
diperlihatkan ialah bahwa bahan tersebut dapat berdifusi dari ujung kolieptil
menuju potongan kecil agar. Aktivitas auksin dapat dilacak melalui pembengkokan
kolieptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi yang ditempeli
potongan agar.
Auksin ditemukan Went kini diketahui sebagai
asam indolasetat (IAA, Gambar 2), dan beberapa ahli fisiologi masih menyamakan
IAA dengan auksin. Namun, tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang
strukturnya mirip dengan IAA; ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai
hormon auksin (gambar 2). Salah satunya adalah asam 4-kloroindolasetat (4-kloroIAA) yang ditemukan pada biji muda
berbagai jenis kacang-kacangan (Engvild, 1986). Yang lainya, asam fenilasetat (PAA), ditemui pada
banyak jenis tumbuhan dan sering lebih banyak jumlahnya daripada IAA, walaupun
kurang aktif dalam menimbulkan respons khas IAA (Wightman dan Lighty, 1982;
Leuba dan Le Torneau,1990). Yang ketiga, asam
indolbutirat (IBA), yang ditemukan belakangan; semula diduga hanya merupakan auksin tiruan yang
aktif, namun ternyata ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan
dikotil (Schineider dkk, 1985; Epstein dkk, 1989) sehingga barangkali zat
tersebut tersebar luas pada dunia tumbuhan.
Hanya sedikit saja yang diketahui tentang penganngkutan khas 4-kloroIAA, PAA atau IBA, dan apakah ketiha zat itu tersebut memang secara normal berfungsi sebagai hormon tumbuhan sekalipun tampaknya memang demikian.
Gambar
2: Peragaan oleh Went untuk memperlihatkan auksin diujung kolieptil avena.
Auksin ditunjukkan dengan titik-titik. (a) Ujung dipotong dan diletakkan di
atas sebuah balok agar. (b) Kecambah lain dipersiapkan dengan cara dibuang
ujungnya, dibiarkan selama “ujung fisiologis” yang baru kadang-kadang
terbentuk. (c) Daun di dalam kolieptil tertarik keluar, dan balok agar yang
mengandung auksin diletakkan di sisinya. (d) Auksin bergerak masuk ke kolieptil
dari satu sisi, yang mengakibatkan kolieoptil membengkok. ( Dari Salisbury dan
Parke, 1964).
Senyawa lain yang ditemukan pada banyak
tumbuhan mempunyai aktivitas auksin yang tinggi. Ketiganya dengan mudah
teroksidasi menjadi IAA in vivo dan
barangkali hanya aktif setelah peralihan tersebut. Ketiga zat itu belum kami
masukan dalam kelompok auksin (menurut buku Saliburyy dan Ross, 1992),
melainkan hanya sebagai prazat auksin. Mereka adalah indolasetaldehind,
indolasetonitril, dan indoletanol. Masing-masing memiliki struktur serupa
dengan IAA, hanya tak ada gugus karbonsilnya. Senyawa tertentu yang disintesis
oleh ahli kimia juga mampu menimbulkan banyak respons fisiologis seperti yang
ditimbulkan oleh IAA, dan biasanya senyawa itu dianggap sebagai auksin juga.
Beberapa di antaranya yang paling dikenal baik ialah asam alfa-naftalenasetat (NAA),
asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), dan asam 2-metil-4-klorofenosiatetat (MCPA). Karena ketiga senyawa
tersebut tidak disintesis tumbuhan, maka tidak disebut hormon, tapi dikelompokkan
sebagai zat pengatur tumbuh tanaman. Banyak jenis senyawa lain bisa dimasukkan
ke dalam kelompok ini. Istilah auksin menjadi semakin meluas sejak IAA
ditemukan oleh Went, sebab banyak sekali senyawa yang strukturnya miripdengan
IAAdan meyebabkan respons serupa pula. Walaupun demikian, semua senyawa
lirauksin tersebut mirip dengan auksin karena memiliki sebuah gugus lain yang
mengandung karbon (biasanya –CH2-), yang akhirnya berhubungan dengan
sebuah cincin aromatik.
No Response to "Auksin"
Post a Comment