Giberelin
pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1930an dari kajian terhadap tanaman
padi yang sakit, yang tumbuh terlalu tinggi (untuk ulasanya baca Phinney 1983
dan Thiman, 1980). Tanaman tersebut sering tak mampu menompang dirinya sendiri
dan akhirnya mati akibat kelemahan ini dan kerusakan oleh parasit. Sejak tahun
1980an, orang jepang meyebutnya dengan penyakit bakane (kecambah tolol).
Penyakit tersebut disebabkan oleh cendawan Gibberella
fujikuroi (fase aseksualnya atau fase tak sempurnanya adalah Fusarium moniliforme). Pada tahun 1926,
beberapa ahli patologi tumbuhan mendapatkan bahwa ekstrak cendawan tersebut
yang disemprotkan ke tanaman pada menimbulkan gejala yang sama dengan cendawan
itu sendiri; hal itu menunjukkan bahwa bahan kimia tertentu menimbulkan
penyakit tersebut.
Pada tahun
1930an, T Yabunta dan T Hayashi memisahkan suatu senyawa aktif dari cendawan
tersebut, yang mereka namakan giberelin. Jadi giberelin pertama ditemukan
bersamaan dengan penemuan IAA; namun karena perhatian banyak terarah kepada IAA
dan auksin buatan dan juga karena hubungan dengan orang jepang yang kurang dan
diikuti dengan pecahnya Perang Dunia ke II, para ilmuwan barat tidak tertarik
pada efek giberelin sampai awal tahun 1950an.
Hingga
pada tahun 1990 telah ditemukan 84 jenis giberelin pada berbagai jenis cendawan
dan tumbuhan (ditelaah oleh Sponsel, 1987 dan Takahashi dkk, 1990). Dari jumlah
itu, 73 jenis berasal dari tumbuhan tingkat tinggi, 25 jenis dari cendawan Gibberella, dan 14 jenis dari keduanya.
Biji tumbuhan sejenis mentimun Sechium edule mengandung paling tidak 20
macam giberelin, dan biji kacang hijau (Phaseolus
vulgaris) mengandung mengandung 16 macam, tapi sebagian besar tumbuhan lain
mengandung kurang dari itu.
Semua
giberelin merupakan turunan rangka ent-giberelan.
Struktur molekul ini dengan sistem penomoran-cincinya, bersama dengan struktur
enam giberelin yang aktif. Semua giberelin bersifat asam dan dinamakan GA (asam
giberelat) yang dinomori untuk membeda-bedakanya. Semua giberelin memiliki 19
atau 20 atom karbon, yang bergabung dalam sistem cincin 4 atau 5. Sistem cincin
kelima adalah cincin lakton, semua giberelin mempunyai satu gugus karboksil
yang melekat pada karbon 7, dan beberapa di antaranya memiliki karboksil tapi
perlu dicataan yang terletak pada karbon 4, sehingga semuanya dapat disebut
asam giberelat. Tapi GA3 , giberelin pertama yang sangat aktif dan
sudah lama tersedia di pasaran (dimurnikan dari medium biakan cendawan G.fujikuroi), sejak dulu telah dinamakan asam
giberelat. Jumlah gugus hidroksil pada cincin A, C dan D berkisar dari nol
(seperti pada GA9 ) sampai 4 dengan karbon 3 atau karbon 13, atau
keduanya, paling sering terhidrokulasi.
Giberelin
terdapat pada angiosperma, gimnisperma, paku-pakuan dan barang kali juga pada
lumut, ganggang dan sekurang-kurangnya dua jenis cendawan. Belum lama ini,
geiberelin juga ditemukan pada dua spesies bakteri (Bottini dkk, 1989). Tapi
perlu dicatat bahwa beberapa dari ke-84 giberelin yang dikenal berangkali hanya
merupakan prazat dalam bentuk yang secara fisiologis tidak aktif dari prazat
yang lain yang aktif yang terhidrokulasi. Tampaknya tumbuhan tidak bergantung pada
semua semua giberelin yang dikandungya, tapi hal itu belum banyak dikaji
sehingga dugaan tersebut belum cukup meyakinkan, Lagi pula ke-25 macam
giberelin yang terdapat pada G.Fujikuroi belum
seluruhnya diketahui fungsinya (meskipun orang dapat menduga-duga bahwa
giberelin meungkin mendorong hidrolisis pati menjadi gula pada tumbuhan inang
dengan cara menginduksi pembentukan enzim amilase, sehingga diperoleh sumber
makanan gula).
No Response to "Giberelin"
Post a Comment