AGROTEKNOLOGI

Fisiologi Tumbuhan

product

^_^

fisiologi | Hormon

Berbagi Ilmu

product

^_^

Detail | Add to cart

Ilmu Alam

product

^_^

Detail | Add to cart

KULJAR DAN VARIASI DIDALAMNYA.


KULTUR JARINGAN

Kultur Jaringan adalah teknik memperbanyak tanaman dengan memperbanyak jaringan mikro tanaman yang ditumbuhkan secara invitro menjadi tanaman yang sempurna dalam jumlah yang tidak terbatas. Yang menjadi dasar kultur jaringan ini adalah teori totipotensi sel yang berbunyi “setiap sel organ tanaman akan mampu tumbuh menjadi tanaman yang sempurna jika ditempatkan di lingkungan yang sesuai. Tujuan dari teknik ini adalah untuk memperbanyak tanaman dengan waktu yang lebih singkat.

Begitu banyak tanaman yang dapat dibudidayakan dengan kultur jaringan ini seperti Acasia sp, Eucalyptus sp, jati, jelutung, gaharu, sengon, sonokeling, berbagai jenis pisang, berbagai jenis anggrek, dsb.

Proses pembuatan media kultur itu sendiri adalah sebagai berikut:
Bahan kimia ditimbang, dilarutkan dalam air destilasi (air bebas mineral), lalu PH larutan diukur, campurkan agar kemudian dimasaka hingga mendididh, lalu tuangkan media kedalam botol ukur, setelah itu berikan label media dan disterilkan dengan autoclare.

Proses selanjutnya adalah sterilisasi eksplan jati, yang caranya adalah sebagai berikut:
  • Siapkan pucuk tunas muda jati.
  • Lalu rendam didalam larutan fungisida dan bakterisida.
  • Lalu rendam dalam larutan disinfektan (Clorox/baydin)
  • Dicuci dengan air steril hingga bersih dari desifektan.
  • Lalu tanam didalam media inisiasi tunas invitro.
Tunas-tunas yang ditanam dalam media invitro, disimpan di ruang steril. Botol steril disimpan pada rak kultur yang diberi cahaya lampu TL dengan intensitas cahaya 1000-4000 lux. Lampu TL diatur 16 jam menyala dan 8 jam padam agar sesuai seperti keadaan siang dan malam di bumi. Ruangan tempat penyimpanan dijaga suhunya di temperatur 250-280 C dengan menggunakan AC. Dan secara berkala ruang kultur disteril dengan menggunakan formalin. Inisiasi In vitro pertama adalah saat tunas berusia 3 minggu dan pemanjangan tunas 3-4 minggu.

Setelah itu akan ada proses aklimatisasi yaitu pembiasaan tanaman eksplan dari media botol ke media tanah. Proses aklimatisasi dilanjutkan dengan pembesaran bibit di polybag.
Kelebihan bibit hasil kutur jaringan antara lain :
  • Kontinuitas ketersediaan bibit dalam jumlah besar akan terjaga sepanjang waktu.
  • Bibit yang sama memiliki sifat yang sama dengan induknya.
  • Bibit yang dihasilkan bebas dari penyakit dan virus.
  • Lebih cepat tumbuh.
Cara Melakukan Pemindahan Tanaman Eksplan, Mempersihkan Kalusnya, dan Proses Aklimitasi
1. memindahkan tanaman eksplan & membersihkan kalusnya.
Alat dan bahan:
o Pinset steril.
o Pisau khusus steril.
o Kapas steril.
o Alat laminar.
o Tanaman eksplan.
o Dua buah botol dengan media agar didalamnya.
o Spiritus
o Korek api.
o Wadah pinset dan pisau.
o Alkohol.
Cara kerja:
o Sterilkan tangan dengan menyemprotkan alkohol ke tangan.
o Keluarkan tanaman eksplan yang akan dibersihkan kalusnya dengan menggunakan pinset.
o Letakkan di sebuah wadah dengan kapas diatasnya.
o Jepit bagian batang eksplan dengan pinset kemudian potong bagian kalusnya menggunkan pinset denganhati-hati. Potong kalus dari keempat sisinya. Jangan sampai kalus tersebut terpotong semua.
o Setelah selesai proses pemotongannya, bersihkan kalus tersebut dari media dengan menggunkan kapas steril.
o Pindahkan tanaman eksplan yang telah bersih dengan menggunakan pinset ke dalam media agar pada botol yang baru.
o Tutup botol tersebut, jaga agar tetap steril.
o Setelah selesai, celupkan pisau dan pinset kedalam alcohol kemudian bakar dengan api dan lekas letakkan kembali pada wadahnya.

Proses pensterilan selalu dilakukan secara rutin tiap sebulan sekali selama 24 jam. Botol-botl berisi tanaman eksplan disimpan di rak-rak dengan suhu 240-260 C selama 24 jam (setiap botol harus diberi label). Vitamin yang diberikan untuk eksplan yaitu C, B2, & B3 kemudian diaduk dengan gula dan agar-agar. Waktu tumbuh tanaman eksplan yaitu: induksi (3 minggu), multipikasi (3 minggu), aklimitasi (3 minggu). Biasanya tanaman diberi “bapitrof” (obat yang diberikan setelah proses aklimitasi yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar).

2. Proses Aklimitasi.
Proses aklimitasi mmerlukan kadar kelembaban 80%. Di perkebunan & Greenhouse biasanya digunakan suatu alat yang disebut sonic level fungsinya antara lain:
  1. mengusir serangga dengan getarannya.
  2. merangsang pertumbuhan tanaman.
Untuk mengukur PH tanaman menggunakan PH meter, ukuran PH tanaman biasanya ± 5,7-5,8 PH. Apabila PH tinggi diberi KOH, NaOh, apabila PH rendah diberi HCL.
Tanaman-tanaman yang terdapat di Greeen House di antaranya:
  1. Pohon kelengkeng.
  2. Zodia.
  3. Pohon meranti.
  4. Pohon jelutung.
  5. Pohon jati.
  6. Pohon buah merah.
  7. Pohon mahoni.
  8. Pohon gaharu.
  9. Lalu pisang ABACA (Musa textilis Nec) yang seratnya diambil untuk:
o Tissue
o Kertas uang.
o Dokumen.
o Cheque
o Plester.
o Kertas mimeograph.
o Kantung teh.


A.    Pengertian Kultur Jaringan (Kultur In Vitro)

Kultur jaringan (Tissue Culture) merupakan suatu cara memperbanyak tanaman dengan teknik mengisolasi bagian tertentu dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya pada media nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman di dalam kondisi yang steril, sehingga bagian - bagian tersebut bisa memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap/sempurna. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman dengan menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Kultur jaringan atau biakan jaringan sering disebut kultur in vitro yakni teknik pemeliharaan jaringan atau bagian dari individu secara buatan yang dilakukan di luar individu yang bersangkutan. In vitro berasal dari bahasa Latin yang artinya "di dalam kaca". Jadi Kultur in vitro dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara teoritis teknik kultur jaringan dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia, karena berdasarkan teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut, setiap sel berasal dari satu sel.
Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
B. Tahap-Tahap Dalam Perbanyakan Tanaman
`Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
1. Pembuatan media
2. Inisiasi
3. Sterilisasi
4. Multiplikasi
5. Pengakaran
6. Aklimatisasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Keunggulan inilah yang menarik bagi produsen bibit untuk mulai mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini sudah terdapat beberapa tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dll. Bibit hasil kultur jaringan yang ditanam di beberapa areal menunjukkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil kultur jaringan yang sering disebut dengan jati emas dapat dipanen dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tanaman jati yang berasal dari benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji di Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh hasil yang lebih cepat.

C. Teori Dasar Kultur Jaringan
Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel berasal dari satu sel).
Teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap.

D. Aplikasi Teknik Kultur Jaringan dalam Bidang Agronomi
Perbanyakan vegetatif secara cepat (Micropropagation).
Membersihkan bahan tanaman/bibit dari virus
Membantu program pemuliaan tanaman (Kultur Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro, Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas, Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll).
Produksi metabolit sekunder.

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi
Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro : pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll
Eksplan ,adalah bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.
Media Tumbuh, Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.
Media Tumbuh
Media tumbuh untuk perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Media tersebut berfungsi untuk penyediaan air, hara mineral, vitamin, zat pengatur tumbuh, akses ke atmosfer untuk pertukaran gas, dan pembuangan sisa metabolisme tanaman pada proses regenerasi kultur jaringan (Kultur in vitro).
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar (dari rumput laut) atau pengganti agar seperti Gelrite atau Phytagel (bersumber dari bakteri). Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7-1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang-kadang digunakan pada lab komersial. Gel sintetis diketahui dapat menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi masalah ini, produk baru bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat di lab dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen pengental untuk 1 L media.
Di dalam media terkandung : 1> unsur-unsur mineral makro (Nitrogen (N) 25-60 mM, Kalium, Fosfor (P) 1-3 mM, Kalsium (Ca) 1-3 mM, Magnesium (Mg) 1-3 mM, Sulfur (S) 1-3 mM)); 2> unsur-unsur mikro (Besi (Fe) 1 m M, Mangan (Mn) 5-30 m M, Seng (Zn), Boron (B), Tembaga (Cu) 0.1 m M, Molybdenum (Mo) 1 m M, Cobalt (Co) 0.1 m M, Iodine (I) Nickel (Ni), aluminum (Al), and silicon (Si)); 3> senyawa organik (gula, sukrosa, dan lainnya) 20 to 40 g/l; 4> vitamin (thiamin (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (B6), dan myo-inositol); 4> arang aktif; dan 5> Zat pengatur tumbuh, yang bisa digunakan, yakni: dari golongan auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA), golongan Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA, dan golongan Gibberelin seperti GA3.
Zat Pengatur Tumbuh Tanaman
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering digunakan adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
Bahan Bagian Tanaman (Eksplan)
Eksplan adalah bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan untuk perbanyakan tanaman dengan metoda kultur jaringan (kultur in vitro) adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.
Lingkungan Tumbuh
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi pH, temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.
Proses Perbanyakan Tanaman dengan Teknik Kultur Jaringan
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
Pembuatan media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.
Untuk pengambilan eksplan, bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
Lakukan sterilisasi yaitu segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Peralatan juga harus disterilkan dengan menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatann.
Perbanyakan calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
Pengamatan pada fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
Pemindahan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan menggunakan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya. Sungkup dilepaskan secara bertahap, selanjutnya pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan pada bibit generatif.

F. Manfaat Kultur Jaringan
Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya. Dari teknik kultur jaringan tanaman ini diharapkan juga memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul. Secara lebih rinci dan jelas berikut ini akan dibahas secara khusus kegunaan dari kultur jaringan terhadap berbagai ilmu pengetahuan.
Perbanyakan tanaman secara besar-besaran telah dibuktikan keberhasilannya pada perkebunan kelapa sawit dan tebu. Dengan car kultur jaringan dapat klon suatu komoditas tanaman dalam relatif cepat. Manfaat yang dapat diperoleh dari kloning ini cukup banyak, misalnya: di luar pulau Jawa akan didirikan suatu perkebunan yang membutuhkan bibit tanaman dalam jumlah ribuan, maka sudah dapat dibayangkan betapa mahalnya biayanya hanya untuk trasnportasi saja. Hala ini dapat diatasi denga usaha kloning melalui budaya jaringan, karena hanya perlu membawa beberapa puluh botol planlet yang berisi ribuan bibit. Dengan cara ini dapat menghemat waktu dan biaya yang cukup banyak dalam persiapan pemberangkatan ataupun transportasinya. Pada ekspor anggrek, misalnya, orang luar negeri menghendaki bunga anggrek yang seragam baik bentuk maupun warnanya. Dalam hal ini dapat dipenuhi juga dengan usaha kloning. Bibit-bibit tanaman dari usaha mericlono (tanaman hasil budidaya meristem) akan berharga lebih mahal, karena induknya dipilih dari tanaman yang mempunyai sifat paling bagus (unggul).
Kultur jaringan tanaman telah dikenal banyak orang sebagai usaha mendapatkan varietas baru (unggul) dari suatu jenis tanaman dalam waktu yang relatif lebih singkat dari pada dengan cara pemuliaan tanaman yang harus dilakukan penanaman secara berulang-ulang sampai beberapa generasi. Untuk mendapatkan varietas baru melalui kultur jaringan dapat dilakukan dengan cara isolasi protoplas dari 2 macam varietas yang difusikan. Atau dengan cara isolasi khloroplas suatu jenis tanaman yang dimasukkan kedalam protoplas jenis tanaman yang lain, sehingga terjadi penggabungan sifat-sifat yang baik dari kedua jenis tanaman tersebut hingga terjadi hibrid somatik. Cara yang lain adalah dengan menyuntikkan protoplas dari suatu tanaman ketanaman lain. Contohnya transfer khloroplas dari tanaman tembakau berwarna hijau ke dalam protoplas tanaman tembakau yang albino, hasilnya sangat memuaskan karena tanaman tembakau menjadi hijau pula. Contoh lain adalah keberhasilan mentrasnfer khloroplas dari tanaman jagung ke dalam protoplas tanaman tebu hasilnya memuaskan (Anik Herawati, 1991).

v Khloroplas yang ditransfer harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Sewaktu dilakukan isolasi, khloroplas harus sempurna. Setelah diisolasi harus mempuyai sifat yang sama dengan khloroplas yang tumbuh secara in vivo (budidaya biasa). Setelah diisolasi masih mempunyai sifat atau aktivitas fotosintesa yang cukup tinggi. Contoh isolasi protoplas dalam budidaya jaringan yang sangat berguna adalah ditemukannya sun-chlorella (jenis ganggang). Ganggang ini secara enzimatis dijadikan protoplas (sel-selnya ditelanjangi dengan cara diinkubasikan dalam enzim medium sehingga dinding selnya larut), kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari. Protoplas tersebut selanjutnya dipecah hingga didapatkan khloroplas dan akhirnya dibuat pil-pil untuk pengobatan.
Menciptakan varietas baru dapat pula dilakukan dengan menggunakan bantuan jenis bakteri seperti bakteri penyebab tumor yang disebut Agrobacterium tumifaciens. Bakteri ini disuntikkan pada tanaman sehat mempunyai buah ukuran besar, agar tanaman sehat tersebut menjadi sakit tumor. Bakteri yang berada dalam jaringan yang menonjol karena terkena tumor tersebut kemudian diambil dan disuntikkan kedalam tanaman lain yang ukuran buahnya kecil-kecil. Dengan cara ini terbukti bahwa tidak lam kemudian tanaman tersebut menghasilkan buah yang ukurannya besar. Hal ini membuktikan bahwa bakteri yang dipindahkan tersebut membawa sifat keturunan yang ada pada tanaman semula. Sedangkan untuk mendapatkan yang baru yang tahan terhadap stress garam, pestisida tertentu, logam berat, suhu rendah atau tinggi dan sebagainya dapat dilakukan dengan cara-cara khusus.
Menciptakan tanaman baru yang toleran terhadap stress garam pernah dilakukan oleh Handa dkk. (Suryowinoto, 1985) yaitu terhadap tanaman tomat dan tembakau. Pada penelitian ini menggunakan penambahan PEG (Poly Ethilen- Glycol) atau NaCL, yang biasa dipergunakan untuk mendapatkan kultivar yang toleransi terhadap garam.
Beberapa jenis tanaman ada yang teramcam punah (endangered species), misalnya berbagai jenis tanaman pisang, tanaman melati, kenanga, kayu jati, dan kayu putih. Usaha yang paling tepat untuk melestarikan tanaman yang terancam punah adalah dengan jalan kloning. Dengan usaha kloning ini, populasi dari tanaman tersebut akan terselamatkan, bahkan dapat bertambah, sekaligus sifat-sifat yang dimiliki oleh tanaman tersebut tetap terjamin.
Kultur jaringan juga mempunyai manfaat yang besar dibidang farmasi, karena dari usaha ini dapat dihasilkan metabolit skunder upaya untuk pembuatan obat-obatan, yaitu dengan memisahkan unsur-unsur yang terdapat di dalam kalus ataupun protokormus, misalnya alkoloid, steroid, dan terponoid. Dengan ditemukannya cara mendapatkan metabolit skunderdari kalus suatu eksplan yang di tumbuhkan dalam medium kultur jaringan, mak berarti dapat menghemat waktu dan tenaga. Dengan cara biasa, untuk mendapatkannya harus menunggu lama samapai tanaman cukup umur bahkan sampai berproduksi hingga bertahun-tahun. Sedangkan dengan teknik kultur jaringan hanya membuthkan waktu antara tiga minggu sampai satu bulan saja. Metabolit yang dihasilkan dari kalus ternyata juga memiliki kadar yang lebih tinggi daripada dengan cara biasa (langsung dari tanaman). Dengan cara pengambilan metabolit skunder dari kalus, biasanya selalu diperoleh kandungan lain yang lebih banyak jenisnya, karena seringkali timbul zat-zat alkaloid atau persenyawaan-persenyawaan lainnya yang sangat berguna untuk pengobatan.

v Persenyawaan yang bermanfaat yang diambil dari kalus dapat ditingkatkan kadarnya dengan cara memanipulasinya, antara lain:
Memakai medium lain yang sesuai. Mengubah salah satu kadar komponen dalam medium. Memberi zat tambahan tertentu ke dalam medium, misalnya penambahan zat pengatur tumbuh auksin ataupun sitokinin.
Kultur jaringan juga memberikan masukkan atau informasi pengetahuan yang sangat bermanfaat dibidang fisiologi tanaman. Pada tanaman anggrek misalnya, telah berhasil diketahui bahwa jika ujung akarnya diiris melintang akan memperlihatkan warna tertentu. Warna tersebut nantinya akan sama dengan warna bunganya. Hal ini sangat berguna dalam bidang perdangan bunga hias, sebab walaupun tanamannya belum berbunga orang sudah dapat mengetahui warna bunga yang akan muncul.
Melalui perbanyakan vegetatif dengan kultur jaringan ternyata juga berpengaruh terhadap devisa negara. Misalnya, denagn terlaksananya ekspor tanaman anggrek ke negara lain, maka akan menaikkan devisan negara dibidang pertanian.
Teknik kultur jaringan sampai saat ini memang belum biasa dilaksanakan oleh para petani, baru beberapa kalangan pengusaha swasta saja yang sudah mencoba melaksanakannya, karena pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman memerlukan keterampilan khusus dan harus diltar belakangi dengan ilmu pengetahuan dasar tentang fisiologi tumbuhan, anatomi tumbuhan, biologi, kimia dan pertanian. Dengan demikian jelas akan amat sulit untuk diterima oleh kalangan petani biasa. Di samping itu, pelaksanaan teknik kultur jaringan mutlak memerlukan laboratorium khusus, walaupun dapat di usahakan secara sederhana (dalam ruang yang terbatas), namun tetap memerlukan peralatan yang memadai. Kemungkinan lain petani akan merasa enggan bekerja secara aseptik. Karena semua pekerjaan harus dilaksanakan secara hatri-hati dan cermat serta memerlukan kesabaran yang tinggi. Biaya untuk mewujudkan perbanyakan tanaman cecara in vitro ini juga sangat mahal, kecuali kita meramu medium sendiri. Bila kia terpaksa harus membeli medium yang sudah jadi (dalam kemasan) jelas akan sangat mahal, sebab medium yang sudah jadi masih harus di impor dari luar negeri. Apalagi kita harus membeli saran untuk perlakuan isolasi dan fusi protoplas, tentu biayanya akan bertambah besar. Enzim-enzim yang digunakan dalam kultur jaringan juga masih dibeli dari luar negeri sepertti Jepang.
Lepas semua dari kendala-kendala tersebut diatas, kita harus mengakui bahwa teknik kultur jaringan sangat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, terutama untuk pengembangan bioteknologi.


Dalam program pemuliaan suatu tanaman umumnya memerlukan beberapa tahun untuk merakit suatu varietas baru. Prosesnya dimulai dengan penyerbukan silang untuk mengkombinasikan sifat-sifat tetua yang diinginkan. Keturunan dari generasi pertama (F1) bersifat heterozigot tetapi secara genetis seragam. Segregasi akan terjadi setelah reproduksi F1. Segregasi adalah pemisahan kromosom dan gen-gen yang homolog dari tetua yang berbeda pada saat proses meiosis, dan menghasilkan populasi F2 yang secara genetis bervariasi. Pada tanaman yang menyerbuk sendiri (self-pollinating), seperti tanaman padi, keturunan selanjutnya akan lebih bersifat homozigot karena heterozigositasnya akan menurun separuh pada tiap generasi. Pada generasi ke-5, tanaman mendekati 97% homozigot.

Kultur antera adalah kultur aseptik antera untuk memproduksi kalus atau tanaman haploid dari mikrospora. Kultur antera merupakan suatu metoda untuk memproduksi galur-galur yang homozigot dengan waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan metoda konvensional yang memerlukan beberapa generasi. Tanaman haploid ganda (double haploid atau dihaploid) yang dihasilkan melalui kultur antera bersifat homozigot dan murni. Penggunaan tanaman haploid ganda dalam pemuliaan akan lebih efisien dalam mengidentifikasi genotipa-genotipa superior karena tanaman tersebut akan mengekspresikan semua sifat –sifatnya. Kultur antera mula-mula dikenalkan oleh Guha dan Maheshwari pada tahun 1964. Metoda kultur antera untuk mendapatkan tanaman haploid telah digunakan pada lebih dari 200 spesies tanaman termasuk tomat, padi, tembakau, geranium, asparagus, dan lain-lain.

Antera mengandung serbuk sari (polen), sehingga kultur antera berarti mengikutsertakan polen didalamnya. Polen yang masih muda (immature) atau mikrospora yang terkandung dalam antera dapat secara langsung beregenerasi membentuk embrio, disebut androgenesis, atau membentuk jaringan kalus yang selanjutnya dapat diinduksi untuk bergenerasi menjadi tanaman dibawah pengaruh zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam media tanam. Polen bersifat haploid, dan tentunya sel-sel yang diproduksi oleh polen selama dikultur adalah haploid pula. Metoda lain untuk memproduksi tanaman haploid adalah dengan kultur ovul atau ovari (prosesnya disebut gynogenesis) atau melalui metoda eliminasi kromosom yang disebut metoda Hordeum bulbosum (Bajaj, 1983).

Tanaman haploid bersifat steril artinya tidak menghasilkan biji. Akan tetapi kromosomnya sering terjadi mengalami duplikasi secara spontan pada kultur antera yang melalui tahap kalus sehingga menghasilkan tanaman haploid ganda yang bersifat fertil. Dari pengalaman, tanaman haploid dapat dikenali perbedaannya dari tanaman diploid terutama pada saat tanaman tersebut sudah dipelihara dalam rumah kaca. Perbedaannya antara lain pada tinggi tanaman, warna, ukuran daun dan perkembangan akar.

Untuk meningkatkan peluang mendapatkan tanaman dihaploid sering digunakan senyawa kimia colchicine yang sifatnya dapat menginduksi poliploidi terutama apabila proses androgenesisnya terjadi secara langsung. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan kultur antera adalah: (i) genotipa tanaman dimana antera berasal; (ii) komposisi media kultur; (iii) kondisi tanaman donor; (iv) tahap perkembangan dari polen; (v) pra perlakuan suhu (shock thermal) dari antera.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur antera:
• Genotipa
Pemilihan bahan awal atau sumber eksplan untuk kultur antera merupakan bagian yang sangat penting. Genotipa dari sumber bahan antera memegang peranan penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya kultur antera. Tidak terlalu banyak jenis tanaman yang mempunyai kemampuan untuk memproduksi tanaman haploid melalui kultur antera, bahkan didalam spesies yang samapun kemampuannya dapat berbeda. Sebagai contoh, beberapa kultivar tanaman jagung (Zea mays L.) sama sekali tidak responsif dalam kultur antera, sementara pada beberapa kultivar lain dapat dihasilkan (Wan dan Wildholm, 1993). Bahkan untuk spesies tanaman yang model, seperti tembakau, beberapa genotipa menghasilkan tanaman haploid dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan genotipa yang lain. Karena pengaruh genotipa tersebut maka penting untuk diperhatikan diversitas genetik tanaman apabila mengembangkan protokol untuk memproduksi tanaman haploid melalui kultur antera.

• Komposisi media kultur
Androgenesis dapat diinduksi pada media sederhana seperti yang dikembangkan oleh Nitsch dan Nitsch (1969) untuk polen tanaman tembakau dan beberpa spesies lainnya. Akan tetapi untuk sebagian besar spesies, media yang umum digunakan adalah MS (Murashige dan Skoog, 1962) dan N6 (Chu, 1978) atau variasi kedua media tersebut. Dalam beberapa hal media perlu diperkaya dengan senyawa organik komplek seperti ekstrak kentang, air kelapa dan casein hidrolisat. Pada sebagian besar spesies, sukrosa yang digunakan dalam media antara 2-3% sementara untuk beberapa spesies lain khususnya tanaman serealia responnya lebih baik apabila konsentrasi gulanya lebih tinggi (hingga 15%). Pada beberapa spesies lain, penggunaan sumber karbohidrat seperti ribosa, maltosa dan glukosa mempunyai pengaruh yang lebih baik dibanding dengan sukrosa.
Pada beberapa spesies. seperti tembakau, penambahan zat pengatur tumbuh pada media kultur antera tidak diperlukan. Akan tetapi untuk sebagian besar spesies diperlukan auksin dalam media dengan konsentrasi rendah. Sitokinin yang dikombinasikan dengan auksin kadang-kadang diperlukan terutama untuk spesies yang memerlukan fase kalus sebelum dihasilkan tanaman haploid.

Kultur antera umumnya memerlukan bahan pemadat berupa agar. Akan tetapi karena agar mengandung senyawa yang dapat menghambat proses androgenesis, maka diperlukan bahan pemadat alternatif. Agarose dilaporkan merupakan bahan pemadat yang paling baik untuk kultur antera dari spesies serealia. Alternatif lain adalah dengan menggunakan media cair dengan cara menaruh antera di atas permukaan media yang disebut kultur mengapung atau ”float culture”.

Description: C:\Users\compaq\Downloads\KUltur jaringan ujian\kultur an-thera_files\DIAGRAM+BUNGA.JPG

Gambar G-7.1 . Diagram bunga (Sumber: www.teachnet.ie)


Description: C:\Users\compaq\Downloads\KUltur jaringan ujian\kultur an-thera_files\SKEMA+KULTUR+ANTERA.JPG


Gambar G-7.2. Skema kultur antera, organogenesis terjadi
secara langsung maupun tidak langsung (melalui tahap kalus)


• Kondisi tanaman donor
Umur dan kondisi fisiologis tanaman donor sering mempengaruhi keberhasilan kultur antera. Pada sebagian besar spesies, respon yang paling baik berasal dari bunga (atau kelompok bunga) pertama yang dihasilkan oleh tanaman. Sebagaimana umumnya antera yang dikulturkan harus berasal dari bunga yang masih kuncup.
Berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman donor juga mempengaruhi tanaman haploid yang dihasilkan. Pada beberapa spesies, intensitas cahaya, lama penyinaran dan suhu diketahui mempengaruhi jumlah tanaman haploid yang dihasilkan. Kondisi pertumbuhan optimum yang spesifik berbeda antara tanaman yang satu dengan yang lainnya. Secara umum hasil terbaik akan diperoleh dari tanaman yang pertumbuhannya sehat dan vigor.

• Tahap perkembangan polen
Faktor yang sangat kritis yang mempengaruhi produksi tanaman haploid dari kultur antera adalah tahap perkembangan mikrospora. Pada sebagian besar jenis tanaman, antera hanya responsif selama fase uninukleat dari perkembangan polen. Sebaliknya, pada tanaman tembakau respon optimum ditemukan pada beberapa saat sebelum, selama dan sesudah fase mitosis pertama dari polen (akhir fase uninukleat hingga awal binukleat dari mikrospora).

• Pra perlakuan
Pada beberapa spesies tanaman, produktivitas kultur anteranya dipengaruhi oleh perlakuan pemberian suhu pada kuncup bunga sebelum proses sterilisasi dan isolasi antera. Produktivitas tanaman haploid tembakau yang dihasilkan sering meningkat dengan perlakuan penyimpanan kuncup bungan pada suhu 7-8oC selama 12 hari (Sunderland dan Robert, 1979). Untuk jenis tanaman lain, penyimpanan dapat dilakukan pada suhu antara 4-10oC selama 3 hari sampai dengan 3 minggu. Umumnya penyimpanan pada suhu yang lebih rendah memerlukan waktu yang lebih pendek dan sebaliknya. Perlakuan suhu pra inkubasi pada tanaman tertentu, seperti Brassica campestris L., dengan cara menyimpan biakan pada suhu 35oC selama 1-3 hari sebelum diinkubasi pada suhu 25oC, diketahui dapat meningkatkan keberhasilan kultur antera (Keller dan Amstrong, 1979).




Gambar G-7.3. Diagram dari beberapa tahap dalam kultur antera dan polen.
Keterangan:
Kultur antera: (a) Kuncup bunga yang belum terbuka; (1b) antera; (1c) antera yang dikulturkan secara in vitro; (1d dan 1e) antera yang mengalami proliferasi; (1f) kalus haploid; (1g) kalus yang sedang berdiferensiasi; (2d dan 2e) antera yang mengalami regenerasi langsung tanpa pembentukan kalus atau androgenesis; (h) plantlet haploid.
Kultur polen (mikrospora): (a) Kuncup bunga yang belum terbuka; (3b) polen yang sudah diisolasi dari antera; (3c) kultur polen; (3d) polen multinukleat; (3e dan 3f) embrio polen.

KULTUR EMBRIO DAN PENYELAMATAN EMBRIO (EMBRYO CULTURE AND EMBRYO RESCUE)
Pada program pemuliaan tanaman, biasanya dilakukan persilangan buatan antara tanaman induk (P) untuk menghasilkan hibrid baru. Persilangan buatan lebih mudah berhasil bila dilakukan antar tanaman dengan hubungan kekerabatan yang dekat. Untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan, seringkali penyilangan dilakukan dengan tanaman liar atau bahkan persilangan dengan varietas yang berbeda bila sifat-sifat tersebut tidak terdapat pada kerabat dekatnya.
Penyerbukan dan pembuahan dapat berhasil namun setelah persilangan buatan seringkali dijumpai permasalahan antara lain buah yang terbentuk gugur saat embrio belum matang, terbentuk buah dengan endosperm yang kecil atau terbentuk buah dengan embrio yang kecil dan lemah. Kondisi tersebut dapat menghambat program pemuliaan tanaman karena embrio muda, embrio dengan endosperm kecil atau embrio kecil dan lemah seringkali tidak dapat berkecambah secara normal dalam kondisi biasa.

Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka embrio tersebut dapat diselamatkan dan ditanam secara aseptis dalam media buatan sehingga dapat berkecambah dan menghasilkan tanaman utuh. Teknik untuk menanam embrio muda ini dikenal dengan sebutan penyelamatan embrio (embryo rescue).

Selain teknik penyelamatan embrio ini dikenal juga teknik kultur embrio (embryo culture), yaitu penanaman embrio dewasa pada media buatan secara aseptis. Aplikasi kultur embrio ini antara lain perbanyakan tanaman, pematahan dormansi untuk mempercepat program pemuliaan serta perbanyakan tanaman yang sulit berkecambah secara alami, misalnya anggrek.

Embryo Culture atau kultur embrio adalah isolasi steril dari embrio muda (immature embryo) atau embrio dewasa/tua (mature embryo) secara invitro dengan tujuan untuk memperoleh tanaman yang lengkap. Embrio culture adalah salah satu teknik kultur jaringan yang pertama kali berhasil, sejarahnya:
1. Tahun 1904, seorang ilmuwan bernama Hanning berhasil memperoleh tanaman sempurna dari embryo Cruciferae yang diisolasi secara invitro
2. Tahun 1924 adalah saat pertama kali dilakukan penelitian untuk memecahkan masalah dormansi biji secara invitro pada embrio Linum
3. Tahun 1933 Tuckey berhasil memperoleh tanaman dari immature embryo buah batu.

KULTUR ORGAN
(kultur embrio)
Definisi Kultur Embrio
Isolasi secara steril embrio matang ataupun
belum matang, dengan tujuan
memperoleh tanaman yang viabel
macam kultur embrio:
Kultur embrio yg belum matang, utk
mencegah keguguran : embryo rescue
Kultur embrio matang, utk merangsang
perkecambahan : embryo culture

Tujuan : membantu perkecambahan embrio mjd tanaman lengkap
Diperlukan dlm embrio yg memp masalah :
_ Menunjukkan masa dormansi yang panjang
_ Embrio hibrida hasil penyilangan interspesifik yg tidak
kompatibel dg endospermnya
_ Embrio dg endosperm yg rusak spt kelapa kopyor
_ Embrio tanpa endosperm spt pd anggrek
Penting dlm ilmu fisiologi, dlm hal perkembangan embrio
_ Pengertian ttg kebutuhan nutrisi embrio pd berbagai tahap
perkembangan (Percobaan media perlakuan )
_ Kemampuan regenerasi dr potongan2 embrio
Sangat penting dlm pemuliaan tanaman.

Contoh aplikasi kultur embrio
1. Memecahkan dormansi
Pd Musa balbisiana, tdk mungkin memperoleh perkecambahan
secara normal
Cherry, hazel, acer : tanaman yg memiliki dormansi panjang
2.Mencegah gugurnya embrio pd persilangan interspesifik
Persilangan ini sering menghasilkan biji dengan endosperm yg tdk
sempurna, atau embrio yg lemah, kecil. Contoh: Kacang, Kapas,
Tomat, Padi.
3. Hibridisasi utk produksi triploid (buah tanpa biji)
Jeruk triploid Citrus sinensis
Diploid citrus X tetraploid citrus = jeruk tanpa biji
Pisang triploid
Musa acuminata (AA) X Musa balbisiana (BB) = pisang tanpa biji (AAB)
Faktor yg mempengaruhi keberhasilan
kultur embrio
1. Genotipe
Genotip menentukan mudah tidaknya embrio diisolasi
dan ditumbuhkan
2. Tahap (stage) embrio diisolasi
prinsipnya embrio yang lebih besar akan lebih baik
3. Tanaman inang
Sebaiknya ditumbuhkan di rumah kaca/ kondisi
terkontrol.
4. Media kultur embrio
Hara makro dan mikro
Ph 5.0 – 6.0
Sukrosa sbg sumber energi. Embrio belum matang
perlu 8 – 12%, matang perlu 3%.
Auksin dan sitokinin tidak diperlukan. GA untuk
memecahkan dormansi
Vitamin (optional)
Senyawa organik (opt), air kelapa, casein
hydrolisate, glutamin (penting).
5. Lingkungan
Oksigen (perlu oksigen tinggi)
Cahaya : kadang embrio perlu ditumbuhkan dlm
gelap selama 14 hari, kemudian ditransfer ke
cahaya untuk merangsang sintesa klorofil
Suhu : kadang perlu perlakuan dingin (vernalisasi,
4oC) untuk memecah dormansi



============


 PERANAN KULTUR JARINGAN
DALAM MEMPEROLEH BENIH UNGGUL
Oleh:
GATI WINDIASTIKA, SP. MP
(PBT Ahli Pertama)
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya
Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan (in vitro) menawarkan peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit tanaman yang banyak dalam waktu relatif singkat, sehingga lebih ekonomis. Teknik perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa bergantung musim. Selain itu, perbanyakan dengan teknik in vitro mampu mengatasi kebutuhan bibit dalam jumlah besar, serentak dan bebas penyakit sehingga bibit yang dihasilkan lebih sehat serta seragam. Oleh sebab itu, perbanyakan tanaman secara kultur jaringan merupakan teknik alternatif yang tidak dapat dihindari bila penyediaan bibit tanaman harus dilakukan dalam skala besar dan dalam waktu yang relatif singkat.
1. Pengertian Kultur Jaringan

Kultur jaringan atau tissue culture berasal dari dua kata yaitu kultur atau culture dan jaringan atau tissue. Kultur adalah budidaya, sedangkan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama (Nugroho dan Sugito, 2005). Sehingga kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat sama seperti induknya. Kultur jaringan tanaman yang juga disebut weefsel cultuss atau gewebe kultur merupakan teknik menumbuh-kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

2. Manfaat Kultur Jaringan

Manfaat utama dari perbanyakan tanaman secara kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat serta mempunyai sifat fisiologis dan morfologi sama dengan tanaman induknya. Dari teknik kultur jaringan ini diharapkan pula dapat memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul.
Teknik kultur jaringan sangat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, terutama di bidang fisiologi tanaman dan untuk pengembangan bioteknologi. Melalui kultur jaringan ternyata juga berpengaruh terhadap devisa negara. Misalnya, terlaksananya ekspor tanaman ke negara lain, maka akan menaikkan devisa negara di sektor pertanian.
3. Kelebihan dan Kelemahan Perbanyakan Secara In Vitro

Kelebihan dari perbanyakan tanaman secara kultur jaringan dibandingkan dengan perbanyakan tanaman secara konvesional, adalah sebagai berikut:
a. Mampu menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah lebih banyak dalam waktu yang relatif singkat sehingga lebih ekonomis.
b. Tidak tergantung pada iklim atau cuaca.
c. Bisa menghasilkan tanaman sehat yang bebas cendawan, bakteri, virus dan hama penyakit.
d. Mampu mempertahankan sifat baik tanaman induk dan menekan genetic erosian dan memungkinkan dilakukan manipulasi genetik.
e. Tidak merusak percabangan tanaman yang dipotong karena menggunakan setek batang.
f. Tidak membutuhkan lahan yang luas untuk pembibitan.
g. Hanya membutuhkan sedikit tenaga kerja.
h. Dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman tertentu yang sulit atau sangat lambat diperbanyak secara konvesional

Adapun kelemahan dari perbanyakan tanaman secara kultur jaringan adalah:
a. Dibutuhkan biaya awal yang relatif tinggi untuk laboratorium dan bahan kimia.
b. Dibutuhkan keahlian khusus untuk melaksanakannya.


c. Tanaman yang dihasilkan berukuran kecil, aseptik dan terbiasa hidup di tempat yang berkelembaban tinggi sehingga memerlukan aklimatisasi ke lingkungan eksternal. Aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal.
d. Masih dinilai mahal bagi kalangan peneliti atau pengusaha di Indonesia karena menggunakan bahan kimia yang sebagian besar diimpor.
e. Biaya yang dikeluarkan untuk mikropropagasi (penggunaan lampu sebagai pengganti sinar matahari dan AC untuk mengatur suhu) cukup besar. Namun, biaya mahal untuk in vitro dapat ditekan dengan cara melakukan propagasi ex vitro dengan perlakuan bioteknologi.

(Yusnita, 2005)
4. Tahapan Kultur Jaringan Tanaman

Dalam pelaksanaan kultur jaringan, menurut Prihandana dan Hendroko, 2006, secara berurutan langkah kerja yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pemilihan dan persiapan tanaman induk sumber eksplan

Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan pertama yang harus dilakukan adalah memilih tanaman induk yang hendak diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies dan varietasnya, serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Selanjutnya harus mempersiapkan dan mengondisikan tanaman induk sedemikian rupa agar eksplan yang digunakan dapat tumbuh baik pada waktu dikulturkan secara in vitro.
b. Sterilisasi alat dan medium

Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan kontaminan mikroorganisme yang menempel di permukaan eksplan. Peralatan yang akan digunakan untuk kultur jaringan harus disterilkan terlebih dahulu. Setelah dicuci dan dikeringkan, kemudian peralatan dibungkus dengan kertas payung atau aluminium foil dan disterilkan di dalam autoklaf dengan suhu 121oC, tekanan 15 psi (Pounds per Square Inch) dan lama sterilisasi 20-30 menit.
Botol-botol eksplan yang sudah berisi medium setelah ditutup dengan aluminium foil, kemudian disterilkan. Sterilisasi medium lebih singkat waktunya dibandingkan dengan sterilisasi peralatan, yakni 15 menit tetapi suhu dan tekanannya sama.

c. Pembuatan media kultur (media preparasi)

Media kultur yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanamannya. Untuk mempermudah menggunakan media kultur, maka sebaiknya perlu dibuat larutan induk atau larutan stok. Pembuatan larutan stok terdiri dari:
 Larutan induk hara makro untuk persenyawaan NH4NO3, KNO3, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O, KH2PO4, FeSO4.7H2O dan Na2EDTA.
 Larutan induk hara mikro untuk persenyawaan MnSO4.H2O, ZnSO4.7H2O, H3BO3, KI dan Na2MoO4.2H2O.
 Larutan induk vitamin, antara lain terdiri dari tiamin HCl, asam nikotinat, piridoksin HCl dan glisin.
 Larutan induk zat pengatur tumbuh, terdiri dari auksin dan sitokinin.
d. Pembuatan bahan eksplan (Inisiasi)

Eksplan merupakan bahan tanam yang akan dikulturkan. Dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan faktor penting sebagai penentu keberhasilan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih eksplan adalah:
 Umur fisiologis, sangat mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. Eksplan dari jaringan tanaman yang masih muda secara fisiologis, umumnya lebih baik daripada jaringan tanaman tua.
 Umur ontogenetik, adalah masa transisi dari fase pertumbuhan juvenil menuju fase dewasa. Fase juvenil adalah periode pembungaan tidak terjadi dan tidak dapat dirangsang dengan perlakuan yang biasa digunakan untuk merangsang pembungaan. Umumnya eksplan yang diambil dari tanaman induk yang masih juvenil karena mudah beregenerasi. Sedangkan fase dewasa (adult atau mature) adalah masa perkembangan tanaman sudah mampu berbunga. Daya regenerasi eksplan dari tanaman induk dewasa umumnya lebih rendah dibandingkan dengan eksplan dari tanaman juvenil. Artinya jika eksplan diambil dari tanaman induk yang sudah dewasa atau sudah mampu berbunga, eksplan tersebut umumnya lebih sulit membentuk tunas dibandingkan dengan eksplan yang diambil dari tanaman induk yang masih juvenil, walaupun secara fisiologis jaringannya sama-sama masih muda.


 Ukuran eksplan, yang berukuran besar berisiko kontaminasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang berukuran kecil, tetapi kemampuan hidupnya lebih besar dan tumbuhnya lebih cepat. Sebaliknya, eksplan yang berukuran kecil (meristem atau tunas pucuk) kemungkinan terkontaminasinya jauh lebih kecil, tetapi tumbuh lebih lambat.
 Bagian tanaman yang digunakan. Umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan yang masih muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri dan relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan). Sementara itu, jaringan tanaman yang sudah tua lebih sulit beregenerasi dan biasanya mengandung lebih banyak kontaminan. Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan adalah biji atau bagian-bagian biji seperti aksis embrio atau kotiledon, tunas pucuk, potongan batang satu buku (nodal explant), potongan akar, potongan daun, potongan umbi batang, umbi akar, empulur batang, umbi lapis dengan sebagian batang dan bagian bunga.

Inisiasi merupakan upaya penumbuhan meristem atau bagian tanaman (mata tunas, ujung akar, ujung daun muda, keping biji dan sebagainya) agar tumbuh dalam botol yang bebas hama dan penyakit. Tahap inisiasi ini dilakukan dengan metode inokulasi. Inokulasi adalah kegiatan penanaman eksplan ke dalam botol kultur atau penanaman ulang eksplan pada media dengan jenis yang sama atau tahap pertumbuhan selanjutnya. Inokulasi bisa dilakukan di dalam laminar air flow cabinet (LAFC) atau entkas. Sebelum digunakan, semua peralatan harus disterilisasi terlebih dahulu. Tujuan utama dari tahap ini adalah mengusahakan kultur yang aseptik berarti bebas dari mikroorganisme.
e. Penumbuhan tanaman kultur atau eksplan (inkubasi)

Inkubasi merupakan tahapan kegiatan kultur yang bertujuan untuk menumbuhkan eksplan yang telah ditanam dalam botol kultur. Botol kultur yang akan digunakan harus disiapkan terlebih dahulu kemudian diletakkan pada rak inkubasi berdasarkan kelompok jenis tanaman, kultivar, tahapan dan perlakuan khusus lain. Selanjutnya dilakukan penyetelan terhadap cahaya, kelembaban dan suhu. Sebagai langkah terakhir, dilakukan pengontrolan. Apabila ada botol kultur yang
terkontaminasi, maka botol tersebut harus dikeluarkan dari ruang inkubasi.
Tahap ini juga sering disebut poliferasi atau multiplikasi merupakan tahap penumbuhan tunas hasil inisiasi yang dirangsang dengan memotong plantlet dengan media kultur baru. Tahap ini dilakukan dengan metode subkultur yaitu usaha untuk menggantikan media tanaman kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus dapat terpenuhi.
Subkultur dapat dilakukan beberapa kali sampai jumlah tunas yang dihasilkan sesuai dengan yang kita harapkan. Subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu tunas, seperti terjadinya vitrifikasi (suatu gejala ketidaknormalan fisiologis) dan aberasi (penyimpangan) genetik. Keadaan ini terjadi karena semakin banyak subkultur dilakukan berarti semakin sering tanaman dikondisikan dalam media yang mengandung sitokinin, sehingga daya regenerasinya meningkat.
f. Pengadaptasian plantlet atau hardening dengan metode aklimatisasi

Aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur terhadap lingkungan baru (di luar botol kultur) sebelum ditanam di lahan yang sebenarnya. Pada tahap ini, plantlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol, misalnya rumah kaca. Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, sangat jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol berkelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi di dalam botol. Sehingga planlet akan mengalami hardening yaitu penyesuaian secara bertahap dari tanaman yang ditumbuhkan secara in vitro ke kondisi eksternal.

=======
2.2 Sejarah Singkat
Teknik pembiakan tanaman secara kultur jaringan atau pembiakan secara in vitro telah berkembang dalam rentang waktu yang cukup panjang. Meskipun prinsip dasar teknik pembiakan ini telah dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden (1838), namun Haberlandt yang kemudian dianggap sebagai pelopor dalam pembiakan In vitro.
Teknologi ini mulai dikembangkan oleh Haberlandt pada tahun 1902 berdasarkan teori totipotensi sel. Haberlandt berspekulasi bahwa setiap sel mampu tumbuh dan berkembang menjadi tanaman normal jika dikulturkan pada nutrisi dan lingkungan yang tepat. Keberhasilan pertama dalam kultur in vitro dicapai dalam praktek kultur organ. Teknik penyelamatan embrio (embryo rescue) mulai dikembangkan tahun 1900an, teknik ini memungkinkan benih yang belum matang atau embrio diselamatkan untuk membentuk tanaman baru, hal ini pada umumnya dilakukan untuk benih–benih yang memiliki masa dormansi yang panjang. Menurut Shabde, Moses & Murhasige (1979), pada tahun 1904 telah berhasil mendapatkan kecambah tanaman jenis cruciferae dari embrio-embrio yang diisolasi dari biji yang belum matang.
White (1934) menunjukkan pertumbuhan organ yang tidak terbatas di dalam kultur In vitro akar tomat. Kultur organ merupakan topik yang penting dalam penelitian antara tahun 1940-1960. Setelah itu penelitian dalam bidang ini berkurang, kecuali kultur pucuk/meristem. Selain kultur pucuk, pada tahun 60-an, kultur akar mendapat perhatian lagi pada beberapa tanaman tertentu sehubungan dengan tujuan produksi metabolit sekunder, terutama untuk jenis-jenis persenyawaan yang berasosiasi dengan akar. 8
2.3 Pengertian
Pembiakan tanaman secara in vitro merupakan metode pengisolasian bagian tanaman (sel, jaringan, atau organ) kemudian menumbuhkannya pada media buatan dalam wadah tembus pandang dan kondisi aseptik, hingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri, tumbuh menjadi tanaman lengkap (plantlet) kembali. Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Hal yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril.
Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan memperoleh nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Media tumbuh dapat berupa media cair, media padat atau semi padat. Untuk menentukan bentuk media yang akan digunakan, akan sangat bergantung pada jenis eksplan dan spesies tanaman yang akan dibiakkan.
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Disebut in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut ditumbuhkan dalam botol kaca yang tembus pandang. Selain botol kaca juga dapat digunakan botol plastik yang tahan panas hingga 125ºC, pemanasan dilakukan untuk mensterilisasi wadah tanam.
Prinsip Dasar
Kemampuan dari bagian tanaman yang dikulturkan (eksplan) untuk memperbanyak diri (beregenerasi, embriogenesis, organogenesis) hingga terbentuk individu/tanaman baru (planlet) didasari oleh teori sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann (1838). Teori sel menyatakan bahwa sel tumbuhan maupun hewan merupakan suatu kesatuan biologis terkecil yang mampu mengadakan segala aktivitas yang berhubungan dengan kehidupan, sehingga setiap sel yang hidup mempunyai sifat yang disebut Totipotensi Sel (Total genetik potensial dari sel). Totipotensi sel dapat diartikan bahwa setiap sel hidup mempunyai potensi/kemampuan genetik secara otonom untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna bila ditumbuhkan pada lingkungan yang sesuai (Gamborg dan Shyluk, 1981). 9
Selain totipotensi, kultur jaringan pada tanaman dimungkinkan karena sel tanaman memiliki kemampuan rediferensiasi dan kompetensi. Rediferensiasi adalah kemampuan sel-sel masak (mature) kembali menjadi ke kondisi meristematik dan dan berkembang dari satu titik pertumbuhan baru yang diikuti oleh rediferensiasi yang mampu melakukan reorganisasi manjadi organ baru. Kemampuan kompetensi menggambarkan potensi endogen dari sel atau jaringan untuk tumbuh dan berkembang dalam satu jalur tertentu.
2.5 Aplikasi Pembiakan In vitro
Dalam perkembangan selanjutnya, teknik in vitro tidak hanya digunakan untuk memperbanyak tanaman, tetapi juga digunakan untuk tujuan lain. Adapun kegunaan yang dapat dicapai dengan teknik in vitro dalam aplikasinya dibidang pertanian adalah sebagai berikut:
1. Perbanyakan tanaman secara massal.

Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara massal sehingga dapat dihasilkan bibit tanaman dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan bahan tanam (eksplan) yang berukuran kecil (1 mm - 10 mm)
2. Menghasilkan bibit bebas patogen dan meyelamatkan klon dari kepunahan

Dapat dihasilkan bibit tanaman yang bebas patogen dan untuk mendapatkan/menyelamatkan klon dari suatu tetua unggul yang langka karena terserang suatu penyakit yang mematikan, misalnya induk tanaman jeruk yang terserang CVPD (dengan menggunakan eksplan dari meristem apikal yang berukuran 0,1 mm 1,0 mm).
3. Seleksi tanaman terhadap kondisi tertentu.

Teknik in vitro dapat digunakan untuk melakukan seleksi terhadap berbagai jenis galur/varietas tanaman untuk mendapatkan jenis yang tahan terhadaptingkat ketahanan tertentu, misalnya tingkat ketahanan pada pH tertentu, tingkat salinitas dan lainnya.
4. Koleksi dan konservasi plasma nutfah.

Mengoleksi dan mengkonservasi berbagai jenis tanaman sebagai sumber keragaman genetik dapat dilakukan dengan teknik in vitro hanya dalam suatu laboratorium yang 10
berukuran kecil dan mudah untuk dipertukarkan ke tempat lain/kota/negara lain karena ukurannya yang kecil dan dalam wadah botol/tabung gelas yang aseptik.
5. Mendapatkan mutan-mutan harapan

Teknik in vitro dapat digunakan untuk menghasilkan mutan-mutan yang diharapkan mempunyai sifat-sifat unggul, seperti tahan terhadap kekeringan, tahan terhadap kadar Aluminium yang tinggi dsb.
6. Menghasilkan senyawa sekunder.

Dapat dihasilkan senyawa sekunder yang mempunyai manfaat dalam bidang kesehatan (obat-obatan) dan industri hanya dengan menghasilkan sel-sel dari suatu tanaman tertentu yang nantinya akan diekstrak untuk mendapatkan senyawa sekunder tersebut, misalnya saponin dari tanaman ginseng.
BAB III. Tahapan Perkembangan dan Pelaksanaan Kultur Jaringan
3.1 Pendahuluan
Pembiakan in vitro melibatkan serangkaian perubahan morfologis dan fisiologis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Bab ini menjelaskan tahapan perkembangan eksplan dan tahapan pelaksanaan kultur jaringan. Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan memperoleh gambaran bagaimana tahapan perkembangan eksplan kembali menjadi tanaman utuh dan bagaimana tahapan pelaksanaan teknik ini.
3.2 Morfogenesis, Organogenesis, dan Embryogenesis
A. Morfogenesis
Morfo berarti bentuk dan genesis berarti asal mula, sehingga morfogenesis bisa diartikan dengan asal mula terjadinya suatu bentuk. Beberapa pendapat tentang morfogenesis adalah sebagai berikut:
Menurut Strasburger (1978): Morfogenesis adalah proses pembentukan organisme yang dipengaruhi faktor internal (endogen) dan fektor eksternal (exogen). Strassburger menyatakan bahwa pengertian morfogenesis ada 2 kelompok, yatu:
Automorfose; yaitu proses pembentukan yang dipengaruhi gen, antara lain perkembangan organ generatif angiospermae, yaitu selama pembentukan bunga yang dilengkapi dengan pembentukan polen, maka kemudian dapat terbentuk biji, sedangkan yang tidak dilengkapi oleh pembentukan polen, kemudian tidak berbiji.
Heteromorfose; yaitu proses pembentukan yang dipengaruhi oleh adanya induksi dari luar, antara lain: oleh adanya cahaya (fotomorfose) adanya air (hidromorfose) dan oleh pengaruh panas (termomorfose). Menurut Hill (1982): Morfogenesis adalah proses pertumbuhan dan perkembangan bentuk, diferensiasi suatu organisme.
Morfogenesis dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu genotipe dan lingkungan tumbuh tanaman. Genotipe tanaman akan menentukan bagaimana pertumbuhan jaringan tanaman, dan morfogenesisnya secara in vitro. Faktor penting lain yang mempengaruhi morfogenesis adalah llingkungan, yaitu aspek pertukaran gas, temperatur, cahaya, dan komposisi media kultur. 13
Morfogenesis baik secara langsung maupun tidak, sangat tergantung pada keseimbangan komposisi yang tepat antara bahan organik, anorganik dan senyawa pengatur tumbuh tanaman.
B. Organogenesis
Organogenesis merupakan istilah yang merujuk pada proses terbentuknya organ (pucuk dan/atau akar adventif) dari kalus. Keragaman genetis merupakan salah satu faktor penting karena merupakan bahan baku dalam upaya pemuliaan tanaman tersebut. Dalam kultur jaringan dapat diperoleh variasi somaklonal melalui kultur kalus. Variasi somaklonal dalam kultur jaringan dapat terjadi karena adanya transposable genetic element yang menempel pada sekuen DNA yang menyebabkan terjadinya perubahan fenotipik. Dalam bentuk kalus perlakuan mutasi akan lebih mudah menampakkan hasilnya. Kalus yang telah diberi perlakuan mutagen kemudian diarahkan kembali pertumbuhannya untuk membentuk pucuk dan/atau akar adventif
Proses organogenesis ditandai dengan pembentukan struktur unipolar yaitu hanya pembentukan titik tumbuh daun atau akar secara terpisah. Karena prosesnya mirip dengan perkembangan pada biji, tanaman klonal yang dihasilkan dengan teknik SE secara morfologis/arsitektural sangat mirip dengan tanaman asal dari biji, sedangkan tanaman dari proses organogenesis bentuk tanaman mirip dengan tanaman asal setek.
Bhojwani dan Razdan (1983) menyatakan bahwa tanaman-tanaman yang diregenerasikan dari kultur kalus dan kultur sel memperlihatkan ekspresi genetik yang tidak selalu stabil. Ketidakstabilan genetik, seperti poliploidi, aneuploidi, yang umum pada kultur kalus dan kultur sel (Reisch, 1983). Sebagai contoh, Asparagus officinalis yang diperbanyak melalui kultur kalus memperlihatkan adanya poliploidi dan aneuploidi, sedangkan yang diperbanyak melalui kultur tunas semuanya bersifat diploid (normal). Sementara itu, Mohamed et al., (1993) menyatakan bahwa morfogenesis pucuk dari jaringan kalus Phaseolus vulgaris terkadang disertai oleh timbulnya keragaman somaklon. Keragaman somaklon tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber keragaman genetik. Oleh karena itu, teknologi kultur kalus dan kultur sel dapat menjadi sarana penyediaan keragaman genetik bagi para pemulia tanaman dan menawarkan pendekatan baru bagi perbaikan tanaman melalui seleksi in vitro.
C. Embryogenesis 14
Istilah ini digunakan untuk menyatakan perkembangan embrio lengkap dari sel-sel vegetative yang dihasilkan dari berbagai sumber eksplan yang ditumbuhkan pada system kultur jaringan (Hartmann et al., 1990). Fenomena perkembangan embrio dari jaringan tanaman yang dikulturkan, pertama kali diamati oleh Stewart et al. (1958) pada kultur suspensi Daucus carota dan Reinert (1959) pada kultur kalus spesies tanaman yang sama.
Sama seperti embrio zigotik yang berkembang dari penyatuan gamet jantan dan gamet betina, embrio somatik pun tumbuh dan berkembang melewati tahapan-tahapan yang sama. Tahapan-tahapan tersebut adalah oktan, globular, awal hati, hati, torpedo, dan embrio dewasa.
Rice et al., (1992) menyatakan bahwa embryogenesis somatik merupakan teknik yang paling menjanjikan untuk perbanyakan dalam waktu cepat pada tanaman pertanian. Embrio-embrio somatik dapat muncul langsung dari permukaan eksplan, misalnya pada eksplam kotiledon Cucumis sativus (Ladyman dan Girard, 1992) dan tunas Foeniculum vulgare (Theiler-Hedtrich dan Kagi, 1992) atau setelah fase penggandaan yang melibatkan pembentukan kalus, seperti pada Iris pumila (Radojevic et al., 1987), Fuchsia (Dabin dan Beguin, 1987), dan Swainsona formosa (Zulkarnain, 2003).
Kemampuan regenerasi embrio somatik pada kultur sel, memungkinkan untuk diregenerasikannya tanaman lengkap bila regenerasi melalui organogenesis tidak memungkinkan. Suatu keuntugan yang nyata dari embriogenesis somatik adalah embrio-embrio somatik adalah embrio-embrio somatik yang dihasilkan bersifat bipolar, yakni memiliki ujung-ujung akar dan pucuk yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman lengkap. Pada organogenesis, perkembangan pucuk dan akar sering terjadi secara terpisah dan sangat tergantung pada perubahan media. Disamping itu, kultur-kultur yang bersifat embriogenetik dapat menghasilkan embrio dalam jumlah besar dalam satu wadah kultur, lebih banyak daripada pucuk-pucuk majemuk yang diregenerasikan secara adventif melalui organogenesis. Bila kultur tersebut dipindahkan pada medium cair maka embrio-embrio tersebut dapat terpisah satu sama lain dan mengapung bebas dalam medium. Oleh karena itu, embrio-embrio tersebut tidak perlu dipisahkan secara manual, sehingga sejumlah besar embrio dapat dipindahkan dengan mudah ke dalam wadah baru yang sesuai untuk ditumbuhkan menjadi tanaman lengkap. 15
3.3 Tahapan Pelaksanaan Kultur Jaringan
A. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau green house agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in vitro.
Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur (Yusnita, 2003).
B. Inisiasi Kultur
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). Ditambahkan pula menurut Yusnita, 2004, bahwa tahap ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Untuk mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi, eksplan harus disterilisasi. Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan kontaminan mikroorganisme yang 16
menempel di permukaan eksplan. Beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk mensterilkan permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, Na2H2O2 dan AgCl2.
Kesesuaian bagian tanaman untuk dijadikan eksplan, dipengaruhi oleh banyak faktor. Tanaman yang memiliki hubungan kekerabatan dekat pun, belum tentu menunjukkan respon in-vitro yang sama (Wetherell, 1976). Penggunaan eksplan yan tepat merupakan hal penting yang juga harus diperhatikan pada tahap ini. Umur fisiologis dan ontogenetik tanaman induk, serta ukuran eksplan bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan, merupakan faktor penting dalam tahap ini. Bagi kebanyakan tanaman, eksplan yang sering digunakan adalah tunas pucuk (tunas apikal) atau mata tunas lateral pada potongan batang berbuku. Namun belakangan ini, eksplan potongan daun yang dulunya hanya digunakan untuk tanaman-tanaman herba, seperti violces, begonia, petunia dan tomat, ternyata dapat digunakan juga untuk tanaman-tanaman berkayu seperti Ficus lyrata, Annona squamosa, dan melinjo. Eksplan yang dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman Anthurium sendiri diantaranya adalah tunas pucuk, daun, tangkai daun muda, tangkai bunga, spate, spandik, biji, ruas batang dan anthera.
Umur fisiologis dan umur ontogenetik jaringan tanaman yang dijadikan eksplan juga berpengaruh terhadap potensi morfogenetiknya. Umumnya, eksplan yang berasal dari tanaman juvenil mempunyai daya regenerasi tinggi untuk membentuk tunas lebih cepat dibandingkan dengan eksplan yang berasal dari tanaman yang sudah dewasa.
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
C. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya (Yusnita, 2004). Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik 17
secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).
Kemampuan memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi (Wetherell, 1976). Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidaknormalan (vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar.
D. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell, 1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok.
Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. Disamping itu, beberapa perlakuan yang disebut hardening in vitro telah dilaporkan dapat meningkatkan mutu tunas sehingga planlet atau tunas mikro tersebut dapat diaklimatisasikan dengan persentase yang lebih tinggi. Beberapa perlakuan yang bisa dilakukan yaitu dengan 18
mengkondiskan kultur di tempat yang pencahayaannya berintensitas lebih tinggi (contohnya 10000 lux) dan suhunya lebih tinggi. Pemanjangan dan pemanjangan tunas mikro dilakukan dalam media kultur dengan hara mineral dan sukrosa lebih rendah dan konsentrasi agar-agar lebih tinggi (Yusnita, 2004).
E. Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara massal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca, rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, pakis, atau media lainnya sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
3.4 Terminologi dalam Kultur Jaringan
Kultur jaringan adalah istilah umum yang ditujukan pada budidaya secara in vitro terhadap berbagai bagian tanaman yang meliputi batang, daun, akar, bunga, kalus, sel, protoplas, dan embrio. Bagian-bagian tersebut yang diistilahkan sebagai eksplan, diisolasi dari kondisi in vivo dan dikultur pada medium buatan yang steril sehingga dapar beregenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (Street, 1973). Hartmann et. al (1990) menggunakan istilah yang lebih spesifik, yaitu mikropropagasi terhadap pemanfaatan teknik kultur jaringan 19
dalam upaya perbanyakan tanaman. Dimulai dari pengkulturan bagian tanaman yang sangat kecil (eksplan) secara aseptik di dalam tabung kultur atau wadah lain yang serupa.
Pemahaman terhadap istilah-istilah yang sering digunakan dalam kultur in vitro merupakan suatu hal yang sangat mendasar. Oleh karena itu, disamping kultur jaringan dan mikropropagansi, Hartmann et al. (1990) mengemukakan lima istilah yang diterapkan untuk menunjukkan tipe-tipe dasar dari regenerasi tanaman secara vegetative (regenerasi somatik). Kelima istilah tersebut didasarkan atas macam eksplan yang digunakan dalam kaitannya dengan siklus hidup tanaman, yaitu kultur meristem, proliferasi pucuk aksilar, induksi tunas adventif, organogenesis, dan embryogenesis somatik.
Kultur meristem adalah metode perbanyakan tanaman dengan mengkulturkan potongan tunas dengan ukuran sangat kecil yang terdiri atas satu kubah meristem dengan dua atau tiga primordial daun di bawahnya. Kultur meristem terutama dimanfaatkan dalam program eliminasi penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh partikel virus. Apabila meristem yang dikulturkan tidak mampu bertahan hidup dan menghasilkan akar maka sebagai alternatifnya dilakukan prosedur sambung mikro (micrografting) (Taji et al,. 2002).
Proliferasi pucuk aksilar ditujukan pada perkembangan pucuk pada titik tumbuh lateral atau tunas samping, dimana pertumbuhan tunas terminal tertekan atau hilang sama sekali, sedangkan pertumbuhan tunas samping mengalami peningkatan. Dengan proliferasi pucuk aksilar akan diperoleh pucuk-pucuk mikro (microshoot) yag dapat dipotong dan selanjutnya diperakarkan secara in vitro untuk mendapatkan tanaman-tanaman mikro microplant). Dapat pula pucuk-pucuk mikro tersebut dipotong dan dijadikan setek mikro (microcutting) dan diperakarkan secara in vivo dalam pot-pot kecil.
Induksi tunas adventif melibatkan inisiasi tunas-tunas adventif, baik secara langsung permukaan eksplan yang dikulturkan atau secara tidak langsung pada permukaan kalus eksplan yang terbentuk. Kalus adalah massa sel yang belum berdiferensiasi dan tumbuh dari proliferasi sel-sel yang tidak berorganisasi. Terbentuknya kalus merupakan akibat dari adanya perlukaan pada permukaan eksplan dan pengaruh perlakuan zat pengatur tumbuh yang diberikan media kultur. 20
BAB IV. Teknik Aseptik Peralatan Kultur Jaringan dan Lab Biosafety
4.1 Pendahuluan
Kondisi aseptik (suci mikro organisme/pathogen) merupakan salah satu prasyarat keberhasilan teknik kultur jaringan. Setiap tahapan kegiatan dan sarana prasarana dalam teknik kultur jaringan harus memenuhi kondisi aseptik tertentu. Bab ini akan menjelaskan berbagai teknik untuk mengsterilkan peralatan dan bahan tanaman yang digunakan dalam kultur jaringan. Bab ini juga menjelaskan mengenai prosedur keamanan di laboratorium. Setelah mempelajari bab ini Mahasiswa diharapkan mengetahui dan mampu menjelaskan berbagai teknik aseptik dan prosedur keamanan laboratorium.
4.2 Pengaturan Ruangan Laboratorium
A. Ruangan Laboratorium
Suatu laboratorium kultur jaringan tanaman hendaknya memiliki luas yang memadai agar dapat berfungsi secara maksimal. Pengaturan ruangan laboratorium dapat mengakomodasi berbagai kegiatan yang berbeda, seperti persiapan medium, sterilisasi, pencucian, dan pengeringan alat-alat yang sudah dicuci, transfer bahan eksplan secara aseptik, pemeliharaan kultur dalam kondisi lingkungan terkendali, penyimpanan stok media yang belum digunakan, penimbangan bahan-bahan kimia yang bebas dari gangguan turbulensi udara, dan aklimatisasi planlet ke kondisi in vivo (White, 1963). Pengelompokan berbagai fungsi tersebut sangat bervariasi antara laboratorium yang satu dengan yang lainnya.
Dalam merancang suatu laboratorium in vitro maka fasilitas dan komponen pendukung hendaknya disusun sebagai suatu garis produksi (Street, 1973). Ruangan tempat pencucian dan penyimpanan perangkat gelas hendaknya menghadap ke ruangan yang terdapat fasilitas untuk sterilisasi menggunakan oven dan fasilitas untuk persiapan media. Alat-alat dan bahan-bahan yang sudah disterilkan dengan autoklaf, selanjutnya dipindahkan ke ruang transfer. Setelah pekerjaan aseptik selesai, selanjutnya kultur dipindahkan ke inkubator atau ruang kultur dengan kondisi lingkungan yang terkendali. Penempatan kultur tersebut hndaknya berdekatan dengan fasilitas mikroskop dan fasilitas untuk pengamatan kultur. Kultur yang mengalami kontaminasi hendaknya segera dikeluarkan dan dibawa ke tempat pencucian. 23
Urutan prosedur aseptik merupakan hal yang sangat peting untuk diperhatikan. Apabila laboratorium tidak memiliki ruang steril yang terpisah maka dibutuhkan fasilitas kotak pindah yang dapat berupa enkas ataupun laminar air flow cabinet (LAFC). Fasilitas tersebut harus berada di tempat yang bebas dari hembusan angin dan juga bebas dari orang-orang yang melintas.
B. Ruang Persiapan
Yang dimaksud dengan ruang persiapan adalah ruangan untuk segala aktivitas dalam rangka persiapan pelaksanaan aplikasi teknik kultur jaringan. Kegiatan di ruangan ini antara lain:
 Pembuatan dan penyimpanan larutan stok (unsur hara makro, unsur hara mikro, sumber besi, vitamin dan zat pengatur tumbuh).
 Pembuatan media mulai dari pencampuran larutan stok, pengecekan dan penentuan pH, sterilisasi sampai pada distribusi media ke dalam wadah-wadah kultur.
 Sterilisasi medium maupun alat-alat, seperti gelas dan alat tanam dengan menggunakan autoklaf atau oven.
 Sterilisasi tahap awal terhadap eksplan, misalnya pencucian dan perendaman di dalam fungisida, bakterisida, ataupun larutan hipoklorit (CaOCl dan NaOCl).
 Pencucian dan pengeringan alat-alat laboratorium.

Ruangan persiapan merupakan tempat untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengerjaan kultur jaringan. Oleh karena itu, ruangan ini dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas, seperti tempat mencuci alat-alat, dan tempat menyimpan alat-alat (lemari, rak-rak dan lemari pendingin).
Alat-alat yang lazim ditempatkan pada ruangan ini adalah alat-alat yang biasanya digunakan dalam mempersiapkan kultur, seperti:
 Autoklaf
 pH meter
24

 Alat-alat pecah belah, seperti labu takar, gelas ukur, tabung Erlenmeyer, cawan Petri, pipet dan botol kultur.
 Tabung gas dan kompornya
 Lemari pedingin (kulkas) dan Freezer
 Destilator/ Stok aquadest
 Stok alkohol
 Alat-alat dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan persiapan pelaksanaan teknik kultur jaringan.

C. Ruang Transfer
Ruang transfer dikenal juga sebagai ruang inokulasi atau ruang tanam. Sesuai namanya, di dalam ruangan ini dilakukan kegiatan transfer, inokulasi, atau pengkulturan, yakni menanamkan eksplan ke dalam medium cair ataupun padat.
Di dalam ruangan ini ditempatkan alat utama yang dikenal sebagai laminar air flow cabinet (LAFC) atau dalam bentuk sederhana berupa enkas yang dikenel sebagai kotak pindah. Segala aktifitas penanaman dilakukan di dalam LAFC atau enkas. Di dalam ruang transfer ditempatkan pula alat-alat lain, seperti:
 Mikroskop stereo/mikroskop deteksi yang sering digunakan pada kultur meristem.
 Lampu spiritus
 Alat-alat inokulasi/ diseksi (pinset dan skalpel) yang sudah steril
 Cawan-cawan Petri yang sudah disterilisasi
 Lampu ultraviolet
 Lampu neon

D. Ruang Kultur
Ruang kultur merupakan suatu ruangan untuk menempatkan botol-botol kultur yang sudah terdapat eksplan di dalamnya. Botol-botol tersebut ditempatkan pada rak-rak kultur yang dilengkapi dengan lampu neon dengan intensitas kira-kira 50 μmol m-2 s-1. Ruangan ini 25
dilengkapi juga dengan AC (Air conditioner)untuk mendapatkan suhu udara yang dikehendaki, yaitu 25±1oC. Di dalam ruagan ini terdapat pula peralatan lain, seperti:
 Timer pengatur fotoperiodesitas (biasanya 16 jam per hari)
 Termometer udara
 Higrometer
 Shaker (meja penggocok) untuk kultur yang diinokulasikan pada medium cair.
 Ruang kultur harus selalu dibersihkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi terhadap kultur, bahkan bila perlu di dalam ruangan ini ditaburi dengan tablet-tablet formalin.

E. Ruang Stok
Ruang stok merupakan suatu ruangan tempat menyimpan stok atau cadangan medium. Stok medium perlu diinkubasikan terlebih dahulu, paling tidak selama 1 minggu sebelum digunakan. Tujuan inkubasi adalah untuk memberikan kesempatan kepada spora jamur ataupun bakteri yang tidak mati pada saat sterilisasi agar dapat berkembang lalu medium yang nyata terkontaminasi dapat dibuang. Dengan demikian, kerugian waktu, biaya dan tenaga akibat pemakaian medium yang terkontaminasi dapat dihindarkan.
Ruang stok ini dilengkapi dengan rak-rak untuk menempatkan stok medium dan lampu neon yang dihidupkan bila ada kegiatan, misalnya pada waktu penyimpanan dan pengambilan medium. Seperti halnya ruang kultur, ruang stokpun perlu di jaga kebersihannya, agar medium yang diletakkan diruangan ini tidak terkontaminasi.
F. Ruang Timbang
Ruang timbang merupakan suatu ruangan tempat berlangsungnya aktivitas penimbangan bahan-bahan kimia maupun penimbangan eksplan. Di ruangan ini, ditempatkan alat timbang berupa neraca analitik untuk menimbang bahan dengan bobot yang kecil dan neraca digital untuk menimbang bahan dengan bobot yang lebih besar. Selain itu, dilengkapi pula dengan rak-rak tempat meletakkan botol-botol atau kaleng-kaleng bahan kimia yang tidak mudah 26
rusak pada suhu kamar, sedangkan bahan-bahan yang peka terhadap suhu tinggi, misalnya beberapa jenis zat pengatur tumbuh disimpan di dalam lemari pendingin atau di dalam freezer.
Penimbangan bahan-bahan kimia dan eksplan hendaknya dilakukan seteliti mungkin di dalam ruangan khusus yang bebas dari hembusan angin yang sedikit saja dapat menyebabkan pergerakan pada angka penunjuk pada timbangan.
G.Ruang Aklimatisasi
Ruang aklimatisasi adalah ruangan untuk menempatkan tanaman-tanaman mini (planlet) hasil perbanyakan melalui kultur jaringan sebelum dipindahkan ke lapangan. Di dalam ruang atau area aklimatisasi ini, tanaman mini akan mengalami masa-masa penyesuaian diri dengan keadaan in vivo, terutama terhadap suhu dan kelembaban yang yang jauh berbeda dari keadaan in vitro. Oleh karena itu, suhu dan kelembaban di dalam ruang aklimatisasi perlu mendapat perhatian yang serius. Suhu diusahakan lebih rendah daripada keadaan lapangan, namun lebih tinggi dari keadaan in vitro, sedangkan kelembaban udara diatur antara 80-90%. Agar keadaan demikian bisa diperoleh, maka di dalam ruang aklimatisasi perlu dibuat naungan dari plastik sehingga intensitas cahaya yang masuk tidak terlampau tinggi dan suhu pun cukup rendah. Oleh karena itu, pada ruangan ini ditempatkan termometer udara dan higrometer untuk memantau kondisi optimal. Selain itu, untuk mengendalikan kelembaban ruangan ini dapat dilengkapi dengan bak-bak air atau pipa-pipa sprinkler.
4.3 Alat-Alat dalam Teknik Kultur Jaringan
Dalam penerapan teknik kultur jaringan, laboratorium harus dilengkapi dengan berbagai peralatan. Berikut ini adalah beberapa peralatan dasar yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kultur jaringan. Perlu diketahui bahwa peralatan-peralatan tersebut dapat disederhanakan untuk pelaksanaan kultur jaringan skala rumah tangga, sepanjang pada prinsipnya peralatan tersebut dapat menjalankan fungsi yang relatif sama.
1. Pengukur keasaman medium (pH meter)

Untuk mengukur keasaman medium dapat menggunakan pH meter. 27

2. Autoklaf

Pada umumnya kita mengenal 2 macam autoklaf, yaitu autoklaf yang menggunakan sumber panas dari tenaga listrik yang disebut dengan autoklaf listrik. Ada juga autoklaf yang menggunakan sumber panas dari pembakaran dari gas elpiji yang disebut dengan autoklaf gas. Cara pengoperasian autoklaf listrik relatif mudah dan sederhana, namun tergantung pada modelnya. Sekarang tersedia berbagai model dan ukuran autoklaf listrik untuk berbagai keperluan dengan cara pengoperasian yang relatif sama dan aman. Sedangkan autoklaf gas meskipun kelihatannya sederhana, namun dalam pengoperasiannya harus lebih hati-hati karena menggunakan gas yang dikhawatirkan mengalami kebocoran. Lagipula, sterilisasi bahan dan alat dengan autoklaf ini harus senantiasa ditunggu karena tidak ada pengatur otomatis untuk lamanya sterilisasi (semuanya diatur secara manual).
3. Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)

Alat ini digunakan sebagai tempat untuk menanam eksplan. Disebut laminar air flow cabinet karena ke dalamnya dialirkan angin dengan arah lurus (laminar) ke arah luar agar menghembus spora-spora jamur yang mungkin beterbangan sehingga tida memasuki botol kultur pada saat penanaman. Adapun cara pemakaian alat ini adalah sebagai berikut:
 Sebelum dipakai, terlebih dahulu bagian dalam alat ini disemprot dengan alkohol 70%.
 Setelah sterilisasi dengan alkohol, tutup pintu LAFC dan nyalakan lampu ultraviolet (UV).
 Setelah sterilisasi dengan lampi UV, pekerjaan menanam eksplan dapat segera dimulai. Jangan lupa mematikan lampu UV dan menyalakan lampu neon, serta menghidupkan kipas.
4. Neraca Analitik

Neraca analitik digunakan untuk menimbang bahan-bahan yang memiliki bobot dalam jumlah yang kecil. Biasanya kapasitas maksimum hanya ± 600 mg dengan 4-5 digit angka di belakang koma. 28

5. Hot plate dengan pengaduk bermagnet

Alat ini berfungsi sama dengan kompor, yakni untuk memasak dan memanaskan medium dalam pembuatan media padat. Akan tetapi, selain memanaskan alat ini sekaligus dapat mengaduk medium yang dimasak karena dilengkapi dengan magnetic stirrer (pengaduk bermagnet).
6. Meja penggocok

Meja pengocok (shaker) adalah suatu alat yang sering digunakan pada kultur dengan medium cair. Fungsi alat ini adalah sebagai meja penggocok untuk memberikan aerasi yang baik pada media kultur.
7. Mikroskop/ fotomikrografi

Mikroskop ini penting untuk mengamati struktur mikroskopis seperti anatomi jaringan tanaman, jaringan kalus yang tumbuh dari eksplan, ataupun struktur dari sel dan mikrospora. Selain berfungsi untuk pengamatan biasa, objek yang berada di bawah lensa dapat direkam atau difoto untuk keperluan dokumentasi atau sebagai bagian dari data percobaan karena mikroskop ini dilengkapi dengan kamera.
8. Mikroskop diseksi

Mikroskop diseksi ini berfungsi untuk mengamati struktur kalus ataupun keadaan kultur yang lebih jelas. Selain itu, alat ini sering digunakan pada kultur meristem, yakni sebagai alat bantu dalam memotong atau mendapatkan meristem.
9. Distilator

Distilator merupakan alat yang digunakan untuk membuat aquadest atau biasa disebut sebagai alat penyuling.
4.4 Bahan yang digunakan dalam Kultur Jaringan 29
Pada dasarnnya Pembiakan tanaman secara in vitro terdiri atas 4 kegiatan utama, yaitu pembuatan media, sterilisasi eksplan, penanaman eksplan, dan tahap terakhir adalah aklimatisasi. Secara umum bahan-bahan yang digunakan untuk setiap tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bahan untuk Pembuatan Media
• Bahan-bahan kimia untuk membuat media (jenis dan komposisi akan dijelaskan pada sub bab lain)
• Gula
• Agar
• Aquadest
b. Bahan untuk Sterilisasi Eksplan • Eksplan • Aquadest • Fungisida • Bakterisida • HgCl2 • Klorox/pemutih pakaian • Alkohol
c. Bahan untuk Penanaman (Inokulasi) • Alkohol • Aquadest • Eksplan
d. Bahan untuk Aklimatisasi • Tanaman • Air • Fungisida • Bakterisida • Media (Spagnum mos, pakis, arang, sterofom) 30
4.5 Sterilisasi Alat dan Bahan
Salah satu pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan adalah kontaminasi yang dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi dapat berasal dari eksplan, organisme kecil yang masuk ke dalam media, lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor, kecerobohan dalam pelaksanaan serta botol kultur atau alat-alat tanam yang kurang steril. Keanekaragaman sumber kontaminasi menyebabkan prosedur aseptik yang harus diperhatikan meliputi: sterilisasi lingkungan kerja, sterilisasi bahan tanam dan sterilisasi alat-alat dan media. Alat-alat dan aquadest yang digunakan yang digunakan dalam penanaman harus dalam keadaan steril. Alat-alat logam, gelas dan aquadest dapat disterilkan dalam autoklaf. Temperatur yang digunakan untuk sterisasi adalah 121oC pada tekanan 17,5 psi (pounds per square inch) selama 1 jam. Perhitungan waktu sterilisasi dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai.
Sterilisasi alat adalah proses mematikan bakteri, spora, cendawan dan virus. Sebelum melakukan penanaman kultur jaringan, hal yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan sterilisasi pada alat-alat logam dan gelas. Adapun alat-alat yang perlu disterilkan sebelum penanaman yaitu pinset, gunting, gagang skapel, kertas saring, Petridish, dan botol-botol.Alat-alat tersebut dapat disterilkan dengan menggunakan autoklaf. Alat tanam seperti pinset dan gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran atau dengan pemanasan dalam bacticinerator. Khusus untuk skapel, gagangnya dapat disterilkan dengan pemanasan, namun pisaunya dapat menjadi tumpul bila dipanaskan dengan temperatur yang sangat tinggi. Bila botol akan disimpan untuk beberapa lama, maka sewaktu sterilisasi mulut botol harus ditutup dengan aluminium foil.
Autoklaf yang dapat digunakan ada bermacam-macam, mulai dari yang sederhana sampai yang dapat diprogram. Autoklaf yang sederhana menggunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan ke dalam autoklaf. Kelemahan autoklaf ini yaitu perlu dilakukan penjagaan dan pengaturan panas selama masa sterilisasi dilakukan secara manual. Tetapi autoklaf ini mempunyai keuntungan yaitu, alat ini lebih sederhana, harga relatif murah, dan tidak tergantung pada aliran listrik.
4.6 Sterilisasi Peralatan 31
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk sterilisasi alat-alat yang digunakan dalam kultur jaringan seperti misalnya gelas, erlemeyer, alat pemotong, alat menanam, cairan/larutan, bahan-bahan kimia, dan eksplan tanaman yang akan dikulturkan. Media dan semua peralatan yang akan digunakan dalam kultur jaringan harus dalam keadaan steril. Jika semua alat dan bahan tidak dalam keadaan steril, maka seluruh media akan tercemar oleh jamur dan bakteri yang dapat mematikan eksplan yang diinisiasi atau sedang tumbuh. Ada beberapa macam sterilisasi yang dapat dilakukan, namun jenis atau macam sterilisasi yang digunakan tergantung dari alat dan bahan yang akan disterilisasi. Beberapa macam proses sterilissasi misalnya adalah sterilisasi kering, sterilisasi basah, filtrasi, kimiawi, secara fisik dengan ultra violet, maupun dengan teknik pendinginan dan pemanasan.
Beberapa jenis atau macam proses sterilisasi beserta contoh-contohnya akan dibahas di bawah ini dan seyogyanya masih banyak cara lain yang bisa dilakukan dengan pencampuran atau proses sterilisasi bertahap, sebagai berikut:
a. Sterilisasi kering
Sterilisasi kering ini hanya dapat digunakan untuk alat-alat yang terbuat dari logam atau bahan lain yang tidak rusak dalam pemanasan dan temperatur tinggi. Metode ini juga dapat digunakan untuk sterilisasi gelas dan juga botol-botol. Alat-alat yang berisi kapas, kertas atau plastik tidak dapat disterilisasi dengan metode ini. Alat-alat lain yang dapat disterilisasi dengan metode pemanasan kering ini adalah skalpel, pisau dan pinset.
Metode sterilisasi dengan pemanasan kering ini dilakukan dengan menggunakan oven pengering. Temperatur yang digunakan pada sterilisasi ini kira-kira 160o C selama 3-4 jam. Alat-alat yang akan disterilkan terlebih dahulu harus dibungkus dengan menggunakan aluminium foil atau kertas. Setelah alat-alat tersebut dibungkus, barulah dimasukkan ke dalam oven. Cara lain yaitu dengan membakar alat yang terbuat dari logam pada api bunsen hingga berwarna merah, kemudian dicelupkan ke dalam alkohol dan dibakar kembali sebanyak 3 kali, metode ini biasanya dilakukan di dalam Laminair Air Flow Cabinet pada waktu penanaman eksplan. 32
b. Sterilisasi dengan pemanasan basah
Metode sterilisasi dengan pemanasan basah dapat dilakukan dengan alat autoklaf. Autoklaf bekerja dengan menggunakan tenaga uap. Standar teknis untuk sterilisasi ini adalah tekanan uap 17,5 psi dengan temperatur 121oC selama 15-20 menit. Pada waktu mengoperasikan autoklaf jangan tergesa-gesa menutup klep pembuang sebelum semua udara yang ada di dalam autoklaf tergantikan oleh uap air yang mendidih, yaitu agar temperatur 121oC dapat tercapai. Setelah 15- 20 menit klep pembuang dibuka pelan-pelan. Tekanan uap di dalam autoklaf pelan-pelan akan sama dengan tekanan atmosfir. Pembukaan klep pembuang yang tergesa-gesa dapat menyebabkan cairan atau media yang ada dalam botol akan tumpah keluar. Penggunaan autoklaf lebih dari 20 menit dapat merusak bahan-bahan kimia yang ada di dalam media.
Media dan aquades yang akan digunakan dalam kultur jaringan juga disterilisasikan dalam autoklaf. Untuk aquades sebaiknya dimasukkan dalam wadah kecil misalnya Erlenmeyer 250 ml dengan isi maksimum 100 ml, agar sterilisasi lebih efektif.
c. Sterilisasi dengan ultrafiltrasi
Komponen media memiliki sifat yang berbeda-beda. Ada beberapa komponen media yang menjadi tidak stabil bila terkena panas yang terlalu tinggi sehingga harus disterilisasi dengan ultrafiltrasi pada suhu ruangan. Dengan menggunakan ultraviltrasi, larutan yang berisi bahan-bahan yang termolabil disterilkan terlebih dahulu dan kemudian dapat disimpan atau langsung digunakan. Bahan hasil filtrasi dimasukkan ke dalam media agar-agar yang telah disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan autoklaf. Hal ini dikerjakan bila media agar-agar sudah agak dingin, tetapi belum memadat.
Ada beberapa jenis ultrafiltrasi yaitu, nukleopore filter dibuat dari polyetilen, film sekali pakai terus dibuang. Ada juga Millipore filter yang dapat dipakai berulang-ulang (autoclavable). Porositasnya berbeda-beda, ada yang 0,22 mikron, ada yang 0,45 mikron. Untuk larutan yang jumlahnya sedikit dapat dengan mudah disterilisasi dengan nukleopore filter yang dipasangi siringe ( alat injeksi). Dalam jumlah besar, sterilisasi dengan metode ini sulit dan mahal. Tidak ada rekomendasi soal baik tidaknya untuk digunakan dalam laboratorium untuk produksi dalam skala yang besar. 33
d. Sterilisasi dengan bahan kimia
Metode yang sederhana untuk sterilisasi untuk substansi yang termolabil dengan alkohol 70% atau 95%. Larutan ini dapat berfungsi sebagai bahan sterilisasi yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 5 ml alkohol 70% per liter pada media tidak menimbulkan efek yang merugikan pada kultur. Sterilisasi permukaan pada ruang kerja laboratorium juga dapat dilakukan dengan melap permukaan tersebut dengan alkohol 70%.
Kontaminasi bakteri pada kultur jaringan umumnya bersifat internal. Menurut Santoso dan Nursandi (2003) bakteri internal yang terdapat dalam eksplan, dimana umumnya sudah terjadi induksi kalus. Salah satu metode untuk menangani kontaminasi yang sangat tinggi adalah dengan penggunaan bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk menghambat dan membunuh bakteri (Pierik, 1987).
e. Sterilisasi dengan menggunakan lampu UV (Ultraviolet)
Sterilisasi dengan menggunakan lampu UV biasanya dilakukan untuk mensterilkan ruangan kultur jaringan dan juga laminar air flow. Ada beberapa tipe laminar air flow cabinet yang dilengkapi dengan lampu ultra violet. Sebelum melakukan kegiatan kultur, lampu ultra violet dinyalakan selama beberapa waktu antara yaitu sekitar 1 jam, namun juga terdapat tipe laminair yang hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk mematikan kontaminan dipermukaan tempat kerja. Laminar air flow cabinet harus dijaga sebersih mungkin. Setelah bekerja, permukaan tempat kerja dibersihkan dengan alkohol 70% atau dengan lampu ultra violet selama 1-2 jam.
4.7 Sterilisasi Eksplan
Teknik aseptik merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam kutur jaringan. Keaseptikan harus dijaga dalam proses pengkulturan, selain itu juga termasuk sterilisasi bahan tanaman (eksplan). Pada tahap ini dilakukan berbagai perlakuan untuk membersihkan kotoran yang ada di permukaan bahan tanaman (disinfektasi).
Dari semua bahan kontaminasi, yang paling sulit diatasi adalah yang berasal dari eksplan. Oleh karena itu, dalam memilih suatu metode sterilisasi haruslah selektif, kita hanya mengeliminasi jamur dan bakteri yang tidak diinginkan dengan gangguan seminimal mungkin 34
terhadap bahan eksplan. Pada prinsipnya, sukar untuk menentukan suatu metode baku yang berlaku untuk semua jenis tanaman dan semua bagian tanaman. Secara garis besar ada ketentuan umum, namun secara spesifik metode sterilisasi yang paling tepat akan diperoleh dari trial and error. Cara penanganan bagaimana tanaman yang lunak akan sangat berbeda dengan bagian tanaman yang keras ataupun biji yang memiliki kulit keras.
Untuk menghilangkan sumber infeksi, bahan tanaman harus disterilkan sebelum di tanamkan pada medium tumbuh. Jaringan ataupun organ yang terinfeksi oleh jamur atau bakteri sistemik hendaknya dibuang. Problem terbesar yang dihadapi dalam pekerjaan sterilisasi oleh para tissue culturist adalah kontaminasi mikroba pada kultur, baik oleh bakteri maupun jamur. Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kontaminasi pada kultur jaringan, yaitu dengan menggunakan metode fisik dan metode kimiawi. Metode fisik ditujukan untuk mengatasi kontaminasi mikroba dengan mengurangi populasi mikroba yang ada menempel pada eksplan ataupun berada di dalam eksplan (endogenous). Beberapa cara yang ada tersebut meliputi:
1. Mengekspos tanaman induk dengan kondisi kekeringan selama 3-4 minggu sebelum kultur jaringan dimulai. Tanaman diberi air yang cukup, dipupuk, dan diberi pestisida atau fungisida jika itu perlu untuk dilakukan. Kelebihan air perlu dihindari agar tanaman tidak busuk.
2. Pada saat milai kultur jaringan, tanaman dicuci sampai bersih dan bagian yang tidak akan dikulturkan segera dibuang. Pembersihan meliputi pencucian, penggosokan merata untuk membuang semua partikel tanah dan jaringan yang mati, termasuk membuang sebagian besar daun mengingat kebanyakan daun tidak digunakan dalam kultur. Bahan tanaman kemudian dicuci di bawah air mengalir selama 20 menit sampai beberapa jam, tergantung sumber bahan tanaman. Langkah ini sama artinya dengan membuang jutaan mikroba.

Metode sterilisasi secara kimia dapat dilakukan dengan larutan sodium hypochlorite (NaOCl). Kebanyakan laboratorium menggunakan bleach (pemutih) yang mengandung 4% klorin. Larutan pemutih 25 ml ang dibuat menjadi 100 ml dengan penambahan air distilasi akan memberi konsentrasi 1% klorin. Karena kemurniannya, hypochlorite memiliki aktifitas 35
yang kecil pada pH melebihi 8,0 dan akan lebih efektif jika pH diatur menjadi 6,0 dengan menambahkan HCl. Untuk meningkatkan keberhasilan dengan menggunakan klorin, langkah berikutnya semestinya diikutsertakan:
a. Tambahkan deterjen ke larutan klorin misalnya beberapa tetes Tween-20 atau Triton.
b. Berikan sedikit tekanan pada perlakuan klorin. Ini dapat dilakukan dengan desikator vakum yang disambungkan ke air atau pompa tipe lain.
c. Goyang-goyangkan (agitasi) larutan klorin secara manual atau dengan menggunakan shaker selama periode disinfektasi.

Perlakuan tersebut akan meningkatkan kontak tanaman dengan larutan klorin. Lama perlakuan dengan larutan berbeda-beda, tergantung tipe dan sensitivitas bahan tanaman. Larutan klorin dapat membunuh mikroorganisme eksternal, namun tidak dapat mematikan mikroorganisme internal (endogenus) dalam jaringan tanaman. Beberapa laboratorium menggunakan antibiotik untuk membunuh kontaminan endogenus. Meskipun antibiotik rutin digunakan dalam kultur jaringan hewan, penggunaannya pada kultur jaringan tanaman kurang berhasil. Tidak ada antibiotik yang efektif untuk membunuh semua mikroorganisme penyebab kontaminasi. Antibiotik dan produk-produk turunannya di metabolisme oleh jaringan tanaman dengan hasil yang tidak dapat diperkirakan, jadi penggunaan antibiotik sebaiknya dihindari, karena berbahaya untuk mengembangkan sistem kultur jaringan yang didasarkan atas penambahan antibiotik ke dalam media. Alasannya adalah sebagai berikut:
a. Tanaman yang dihasilkan mungkin masih memiliki kontaminan endogenus.
b. Dengan menggunakan antibiotik spesifik akan dapat dihasilkan mutan tertentu yang tidak dapat dikontrol dengan produk spesifik kimia.
c. Kontaminan non patogenik dapat menjadi patogenik, bisa karena mutasi atau fisik. Sesungguhnya bakteri non patogenik yang berada pada kondisi tanpa kompetisi dengan bakteri lain dapat berubah menjadi patogenik ganas.
d. Problem kamuflase in vitro bisa menjadi problem di kemudian hari pada kultur (misalnya layu bakteri atau spot).
36

e. Kontaminasi bakteri dapat menjadi problem pada akhir proses perbanyakan mikro, misalnya untuk sulit menghasilkan akar pada tunas yang terkontaminasi.

Langkah sterilisasi eksplan secara kimiawi adalah sebagai berikut:
a. Siapkan tunas muda tanaman.
b. Rendam dalam larutan fungisida dan bakterisida.
c. Rendam ke dalam larutan desinfektan (Chlorox/klorin).
d. Cuci dengan air steril hingga bersih dari desinfektan.
e. Tanaman dalam media inisiasi tunas in vitro.

Penggunaan merkuri klorida (HgCl2) telah terbukti efektif untuk sterilisasi bahan tanaman yang berasal dari lapangan. Roy et al., (1990) menggunakan 0,5% HgCl2 sebagai bahan sterilisasi eksplan nodus tanaman nangka dengan hasil yang memuaskan sedangkan Hadiyono dan Zulkarnain (1991) menggunakan 0,05% HgCl2 untuk sterilisasi eksplan nodus tanaman lada dengan hasil baik. Meskipun demikian, penggunaan HgCl2 merupakan pilihan terakhir jika bahan-bahan lain ternyata tidak mampu memusnahkan mikroorgnisme yang menginfeksi bahan tanaman. Hal itu dikarenakan sifat senyawa tersebut yang sangat beracun sehingga memerlukan penanganan yang sangat berarti. Jika menggunakan HgCl2, sisa larutannya harus dikumpulkan dalam suatu wadah kemudian dibuang di suatu tempat yang tidak akan mencemarkan sumber air minum (jangan dibuang ke dalam wastafel).
Etil dan isopropil alkohol dapat pula digunakan untuk sterilisasi bahan tanaman. Setelah direndam dalam etanol selama beberapa detik, bahan eksplan dapat dibiarkan terbuka di dalam laminair air flow cabinet sampai semua alkohol menguap (Kao dan Michayluk, 1980) atau dapat dibakar (Bhojwani, 1980). Etil alkohol dinyatakan kurang efektif untuk sterilisasi eksplan tunas Coffea arabica dibandingkan dengan campuran fungisida-antibiotik-sticker (Saldana et al.,1993). Hasil yang sama diperoleh pada tanaman Guichenotia macranatha, hanya 90% dari eksplan biji yang bebas dari kontaminasi, sedangkan penggunaan natrium dan kalsium hipoklorit mencapai 100% (Zulkarnain,1995).
Pada umumnya, jika eksplan yang digunakan keras dan cukup besar maka dapat segera disterilisasi dengan disinfektan. Pada kultur biji atau endosperm dewasa tanaman 37
Euphorbiaceae, sterilisasi dilakukan terhadap seluruh biji atau biji-biji yang dikupas. Bilam ovul, embrio, atau endosperm muda yang akan dikulturkan maka metode yang dipakai adalah mensterilkan ovari atau ovul dan mengambil eksplan di bawah kondisi aseptik, sehingga jaringan inokulum yang lunak terlindung oleh bahan sterilisasi yang bersifat racun. Sama halnya denga kultur antera, tunas bunga disterilkan dan eksplan antera diisolasi secara aseptik. Eksplan tersebut biasanya bebas dari kontaminasi jasad renik (Quak, 1977; Zulkarnain, 2003).
Perendaman bahan tanaman dalam etanol 70% selama 30 detik sebelum disterilisasi atau penambahan beberapa tetes surfaktan, seperti Triton-R, Tween 20, atau Tween 80 dapat meningkatkan efektifitas bahan sterilisasi tersebut. Setelah perlakuan sterilisasi, bahan tanaman harus dibilas dengan air steril 3 atau 4 kali untuk menghilangkan sisa-sisa bahan sterilisasi (Quak, 1997). Beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk sterilisasi eksplan, beserta konsentrasi yang digunakan dan lama perendamannya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan kimia yang digunakan untuk sterilisasi eksplan, konsentrasi, dan lama perendaman No
Bahan
Konsentrasi
Lama Perendaman
1
Kalsium hipoklorit
1-10%
5-30 menit
2
Natrium hipoklorit
1-2%
7-15 menit
3
Hidrogen peroksida
3-10%
5-15 menit
4
Perak nitrat
1,0%
5-30 menit
5
Merkuri klorida
0,1- 0,2%
10-20 menit
6
Gas klorin
-
60-240 menit
7
Betadine
2,5-10 %
5-10 menit
8
Benlate
2 gram/l
20-30 menit
9
Antibiotik
50 mg/l
30-60 menit
10
Alkohol
70%
½-1 menit




DAFTAR PUSTAKA
Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik kultur jaringan. Kanisius. Yogyakarta. pp.139.
Nugroho, A. dan H. Sugito. 2005. Teknik kultur jaringan. Penebar Swadaya. Jakarta. pp.71.
Prihandana, R. dan R. Hendroko. 2006. Petunjuk budi daya jarak pagar. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. pp.83.
Yusnita. 2005. Kultur jaringan cara memperbanyak tanaman secara efisien. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. pp.103.

3 Response to "KULJAR DAN VARIASI DIDALAMNYA."

Kiyai Muda NU pl said...

Izin baca.Kultur Jaringan di Indonesia sebaiknya di perbanyak di setiap kabupaten kota,sebagai centra amanat rakyat.DPR MPR hrs memikirkan anggaran besar untuk agricultural negri ini agar maju.Aplikasi perkebunan kurma jg harus diwujudkan agar pohon jutaan kurma di indonesia tdk mandul jd alternatif pakan kedepan dan jadi bisnis besar buat pundi negara atau rakyat.amien

Kiyai Muda NU pl said...

Hubungkan ke facebook.com sebagai medsos.
Http//:www.facebook.com

Kiyai Muda NU pl said...

Hubungkan ke twitter>
http://www.twitter.com

Post a Comment